Seperti yang sudah dijelaskan, pandangan Ibrani terhadap iman bukan semata-mata "percaya"kepada Tuhan. Bahkan setan-setan pun percaya kepada-Nya (Yakobus 2:19) dan mengenali siapa Yeshua (Matius 8:29). Setelah bertobat (teshuvah) dalam iman, kita sekarang menjadikan Taurat sebagai buku panduan kita bagaimana hidup menurut kehendak-Nya. Keseluruhan Taurat adalah "hukum yang memerdekakan" yang harus kita turuti (Yakobus 1:25;2:12). Kita tidak dapat mengambil dan memilih mana saja perintah Taurat yang hendak kita kerjakan (Yakobus 2:10-11).
Dalam hal ini terletak masalah yang cukup berarti dengan penafsiran Alkitab Kristen. Saat mendefinisikan "iman", Kristen kurang memberi perhatian kepada fakta bahwa dalam Alkitab Ibrani, termasuk "Perjanjian Baru", para penulisnya (yang juga orang Ibrani) mempunyai pandangan yang berbeda tentang arti "iman" sebagaimana yang diajarkan dalam budaya mereka. Cara pandang mereka ini jelas tidak sama dengan cara pandang non-Ibrani yang anda pakai.
Anda boleh saja mempunyai Alkitab dengan paralel teks bahasa Yunani terbaik di dunia, tetapi jika anda tidak menempatkan teks "Perjanjian Baru" kembali ke dalam konteks budaya Ibrani pada abad pertama Masehi, anda tidak akan sampai kepada pemahaman yang tepat.
Sebagai contoh, Kristen terutama dari kalangan Protestan, mengalami kesulitan menerangkan bagian dari Surat Yakobus – terutama ayat-ayat semacam ini:
"Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman." (Yakobus 2:24)
Pencetus gerakan Protestan, Martin Luther, sangat memprihatinkan keberadaan Surat Yakobus dalam Alkitab karena kitab ini mengajarkan perlunya perbuatan disamping iman. Luther terlalu tenggelam dalam pengaruh Hellenisasi untuk memahami apa yang penulis Ibrani ini (Ya’aqov, saudara Yeshua) katakan. Luther juga mengeyampingkan Taurat karena sebab ini. Baginya perbuatan tidak ada tempat dan keselamatan datang dari iman saja. Titik.
Karena cara pikir yang anti-Taurat, Surat Yakobus (bersama dengan kitab lainnya) terus menerus disalah-pahami. Misalnya saja, ketika Yakobus membuat pernyataan yang POSITIF tentang "Hukum", seperti ayat di bawah, maka hal ini dianggap bahwa bukan Taurat yang dimaksud oleh
Yakobus.
"Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengarkan untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25)
Penulis dan pengajar Kristen yang termasyhur, J. Vernon McGee memberikan penjelasannya tentang ayat ini:
"’Hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang’ ini bukanlah hukum Musa; ini adalah hukum kasih karunia. Yakobus tidak berbicara tentang hukum disini dalam pengertian yang sama dengan Paulus. Ketika Paulus berbicara tentang hukum, yang ia maksudkan adalah hukum Musa. Ketika Yakobus berbicara tentang hukum, yang ia maksud adalah hukum iman. Ada kasih dalam hukum Perjanjian Lama dan ada kasih dalam hukum Perjanjian Baru." (12 Thru the Bible Commentary Series, James, J. Vernon McGee, Thomas Nelson Publishers, Nashville, 1991, p. 68.)
McGee tidak memberikan bukti pendukung mengapa ia sampai pada kesimpulan Paulus berkata A dan Yakobus berkata B. Penjelasannya mengapa hukum yang dibicarakan Yakobus berbeda dengan hukum yang dibicarakan Paulus adalah berdasarkan pandangan teologi Kristen terhadap "Hukum" seperti berikut:
"Hukum" yang dibicarakan Paulus adalah hukum dalam Perjanjian Lama yang mana ia mengajarkan bahwa hukum itu sudah dilepaskan.
Karena Yakobus memberikan pernyataan yang positif tentang "Hukum" maka "hukum yang baik ini" pastilah tidak sama dengan "hukum yang buruk" yang dibicarakan Paulus. Jadi ini berarti sesuatu yang lain, sesuatu yang dinamakan "hukum kasih karunia".
Pengajar Kristen akan menunjukkan ayat-ayat dari "Perjanjian Baru" untuk membuktikan bahwa "Hukum" Taurat telah berakhir. Dalam bukunya, pada bagian "The End of Law", Charles Ryrie menulis tiga klaim berikut:
- "Konsili Yerusalem menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan tegas (Kisah Para Rasul 15)…Petrus menyatakan bahwa hukum Taurat sebagai kuk yang tidak dapat dipikul…mereka tidak mencoba menempatkan orang percaya di bawah hokum Taurat…mereka menyadari bahwa hukum Taurat telah berakhir."
- "Dalam 2 Korintus 3:7-11 Paulus bahkan menyatakan bahwa bagian dari hukum Taurat yang tertulis di atas lohloh batu (Sepuluh Perintah) telah selesai. Ia dengan berani menamakan bagian moral dari hukum Taurat sebagai pelayanan untuk maut dan kutukan, tetapi puji Tuhan, ini semua sudah digantikan dengan Perjanjian Baru yang membawa kehidupan dan pembenaran."
- Dalam Ibrani 7:11-12…jika hukum Taurat tidak ditiadakan, berarti imamat bani Lewi masih berlaku, dan dengan begitu Kristus belum menjadi Imam Besar kita saat ini. Tetapi ketika Kristus menjadi Imam Besar kita, maka hukum Taurat tidak lagi berlaku dan mengikat kita." 13Basic Theology - A Popular Systematic Guide To Understanding Biblical Truth, Charles C. Ryrie, 1986, SP Publications Inc., Victor Books, Wheaton IL, p. 304.
Sayangnya, kesimpulan Ryrie dihasilkan dari pemahaman Alkitab melalui bias anti-Taurat yang sama. Penafsiran dari ketiga ayat yang sama berdasarkan sikap pro-Taurat dan konteks-sensitif, akan nampak seperti ini:
Kisah Para Rasul 15 – Konsili Yerusalem diadakan untuk memecahkan masalah apakah orang-orang bukan Yahudi harus membuktikan diri mereka dengan mengerjakan Taurat dahulu SEBELUM memperoleh keselamatan (15:1). Injil saat itu telah menyebar ke negeri-negeri lain yang dihuni oleh para penyembah berhala. Dan mereka, orang-orang yang baru percaya, menerima sistem kepercayaan Yahudi langsung melalui Mesias, tidak perlu lagi melalui system konversi tradisional Yahudi seperti sebelumnya. Ini boleh dibilang "cara baru", tetapi Tuhan sendiri telah menegaskan hal ini (15:8). Tetapi, sulit bagi beberapa orang Yahudi menerima "penerimaan instan" seperti ini karena orang-orang penyembah berhala yang baru bertobat itu tidak tahu apa-apa tentang Taurat dan seringkali masih membawa-bawa cara beribadah mereka yang dulu. Hal ini sangat mengerikan bagi orang-orang Yahudi karena dalam pemahaman Yahudi dosa seseorang bisa membawa dampak kepada seluruh bangsa. Dalam sistem konversi tradisional, seseorang diwajibkan mempelajari dan menguasai terlebih dahulu seluruh Taurat sebelum diterima sebagai bagian dari umat Tuhan. Tetapi sidang konsili memutuskan bahwa begitu mereka menerima Yeshua, mereka cukup memenuhi perintah minimal dalam Taurat (15:20). Sidang tersebut memberikan perintah Taurat yang paling dasar dengan pengertian bahwa mereka akan belajar lebih banyak tentang Taurat Musa nantinya ketika datang beribadah di sinagoga (Ini adalah penjelasan dari ayat 15:21). Komentar Petrus dalam ayat 10 maksudnya adalah jika Tuhan memerintahkan pelaksanaan Taurat yang sempurna sebagai syarat untuk menerima (beriman kepada) Yeshua, maka mereka semua akan gagal karena tidak ada yang dapat mengerjakan Taurat dengan sempurna tanpa iman.
II Korintus 3:7-11 – Paulus tidak menamakan "bagian moral dari hukum Taurat sebagai pelayanan untuk maut dan kutukan". Melainkan apa yang ia maksud adalah hanya Roh Kudus, yang kita terima melalui iman, memberikan hidup atas huruf-huruf Taurat. Jika kita mencoba mengerjakannya tanpa Roh Kudus (dalam iman), pastilah akan membawa binasa (kutuk Hukum Taurat). Paulus juga mengajarkan hal ini dalam Roma pasal 8, tulisnya bahwa barangsiapa datang kepada iman, hidup menurut Roh, tidak lagi dipersalahkan menurut Taurat. Jadi bukannya hukum Taurat yang dibuang jauh, tetapi selubungnya (mengerjakan Taurat membabibuta tanpa iman) yang dibuang (disunat) melalui iman kepada Yeshua.
Ibrani 7:11-12 – Surat Ibrani berisi banyak ajaran Yahudi yang kurang dipahami Kristen. Memang surat ini ditujukan khusus kepada orang Ibrani. Bayangkan, bagaimana anda bisa mendapatkan pemahaman yang sempurna dari kitab ini jika anda membacanya dengan cara pikir Hellenistis. Ibrani menunjuk Yeshua sebagai korban keselamatan Yom Kippur yang permanen, satu kali untuk selama-lamanya. Imamat-Nya merupakan bagian daripada imamat surgawi, yang diawali oleh Adam dan diteruskan oleh "anak sulung" (atau khususnya seseorang yang berhak atas hak kesulungan, misalnya Set, Sem, Yakub). Tujuan Tuhan adalah agar anak sulung dari setiap keluarga meneruskan peran sebagai imam, tetapi hal ini diserongkan oleh dosa penyembahan anak lembu emas sehingga peran imam ini dialihkan kepada bani Lewi saja. ( Literatur Yahudi di luar Alkitab memberikan gambaran tentang hal ini, seperti dalam: Midrash Rabbah Genesis LXXXV:1; Midrash Rabbah Exodus V:7; Midrash Rabbah Numbers IV:8; Zohar, Bereshit Section 1, page 176a. (Soncino)) Dengan imamat Yeshua, peran dari Imam Besar (cohen hagadol) pada saat Yom Kippur telah berubah. Dan ini artinya imamat dikembalikan kepada "anak sulung". Perjanjian di Gunung Sinai sendiri tidak dengan sendirinya rusak. Dosa manusia-lah (yang telah berjanji akan menaati Taurat) yang menyebabkan Perjanjian itu dianggap rusak (Ibr 8:8). Perjanjian yang baru (yang diperbaharui), pada dasarnya adalah Perjanjian yang sama. "Perbedaannya" adalah bahwa Perjanjian yang baru tidak didasarkan oleh janji yang keluar dari manusia yang berdosa, tetapi oleh janji Mesias, yang imamat-Nya adalah kekal (Ibr 5:6-9; 7:20-22; 8:6). Kematian Yeshua tidak membatalkan atau mengubah bagian tertentu dari Taurat, termasuk ibadah korban persembahan (yang bertujuan untuk pendamaian dosa BUKAN untuk keselamatan). Surat Ibrani menaruh perhatian pada korban keselamatan dalam Yom Kippur, bukan pada korban persembahan yang lain. Satu hal lagi, kita BELUM masuk dalam Perjanjian Baru (Yer 31:36; Ibr 8:13). Kitab Yehezkiel dan Wahyu memperlihatkan ibadah korban persembahan (di luar korban Yom Kippur) akan kembali diadakan pada masa 1000 tahun ketika Bait Elohim dibangun kembali di atas Gunung Moriah dan Yeshua akan datang kembali ke dunia untuk memerintah atas manusia dalam kerajaan-Nya. Tidak pernah ada kejadian dimana Perjanjian Tuhan atau bagian tertentu daripadanya yang mengalami perubahan atau pembatalan. Ketika Tuhan mengadakan Perjanjian dengan Abraham, Ia tidak membatalkan Perjanjian sebelumnya dengan Nuh. Begitu pula ketika Ia mengadakan Perjanjian dengan bangsa Israel di Gunung Sinai, Ia tidak membatalkan Perjanjian-Nya dengan Abraham. Sunat sebagai tanda Perjanjian dengan Abraham kembali diperteguh dalam Perjanjian di Gunung Sinai. Tidak ada satu kasus pun dimana Tuhan membatalkan Taurat. Hal ini digenapi, seperti kata penulis David Stern, "dalam kerangka satu Taurat yang kekal". ( Jewish New Testament Commentary, David Stern, (Jewish New Testament Publication, Inc., 4th edition, 1995), penjelasan Surat Ibrani 10:8-10.)
Anehnya, Charles Ryrie mengakui bahwa orang Yahudi memandang Taurat sebagai satu kesatuan. Berbicara tentang hal itu, Ryrie menulis:
"Hukum Taurat merupakan satu kesatuan…Yakobus memandang hukum Taurat sebagai satu kesatuan. Ia menentang pengerjaan Taurat yang setengah-setengah karena pelanggaran satu perintah saja, katanya, membuat manusia itu bersalah atas seluruh Taurat (Yakobus 2:10). Ia tidak mungkin sampai pada kesimpulan demikian jika Taurat bukanlah satu kesatuan." (Basic Theology - A Popular Systematic Guide To Understanding Biblical Truth, Charles C. Ryrie, 1986, SP Publications Inc., Victor Books, Wheaton IL, p. 303.)
Ryrie mengakui ada kesulitan untuk memahami bagaimana hukum Taurat masih diterapkan bagi orang Kristen. Ia menulis: "hukum Kristus memuat beberapa perintah baru…beberapa yang lama…dan beberapa yang disesuaikan." (ibid p. 305.)
Ryrie benar tentang kesatuan seluruh perintah Taurat (Mat 5:18-19; Gal 3:10,12; 5:3; Yak 2:10-11). Maka lalu timbul pertanyaan : Jika a) orang Yahudi memandang Taurat sebagai satu kesatuan b) Yakobus dan Paulus mengajarkan kesatuan Taurat dalam surat mereka, dan c) Yeshua mengajarkan kesatuan Taurat dengan mengatakan tidak satu bagian terkecil pun dari Taurat yang dibatalkan oleh-Nya – maka bagaimana orang Kristen bisa memilih perintah-perintah tertentu saja lalu menerapkannya sebagai "hukum Kristus" ? Bagaimana orang Kristen bisa bersikap "ambillah perintah-perintah yang kita kehendaki saja, sisanya boleh diabaikan" ?
Kristen bisa bersikap "ambillah perintah-perintah yang kita kehendaki saja, sisanya boleh diabaikan" ?
Tidak ada dasar untuk melakukan hal demikian menurut kepercayaan Yahudi yang dianut Yeshua dan para pengikut-Nya. Yeshua sendiri berkata, "Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." (Mat 23:23b) Bagaimana perubahan teologi ini terjadi akan dijelaskan dalam bagian berikutnya.
Sistem kepercayaan Yahudi Messianis yang berbasiskan Taurat adalah satu-satunya "agama" yang Tuhan ciptakan. Ini adalah kepercayaan Yeshua dan kepercayaan Paulus (lebih tepatnya Rabbi Sha’ul) sebelum DAN sesudah pertobatannya di jalan menuju Damsyik. Ini adalah kepercayaan seluruh penulis "Perjanjian Baru" dan kepercayaan komunitas Messianis mula-mula pada abad pertama – yang dikenal sebagai sekte Nasrani (Kis 24:5) atau Jalan Tuhan (Kis 24:14).
Sistem kepercayaan Yahudi Messianis yang berbasiskan Taurat adalah agama yang selalu menekankan keselamatan oleh karena iman – iman menurut pemahaman Yeshua Sang Mesias Yahudi, saudara-Nya Ya’aqov dan Yehuda, dan rasul-rasul-Nya, Kefa, Mattityahu, Yochanan, dan Sha’ul – bukan iman menurut definisi westernisasi orang-orang Yunani/Romawi.
Kasus: Bagaimana Kristen Memandang hari Sabat
Kristen mengajarkan bahwa Paulus berkata karena sekarang kita telah percaya kepada Yesus, kita tidak lagi berada di bawah "Hukum", jadi "Hukum" tidak berlaku lagi. Ini merupakan teologia yang membingungkan sebab Kristen tetap memandang bahwa beberapa bagian dari "Hukum" tetap berlaku.
Contoh utamanya adalah bagaimana Kristen memandang hari Sabat. Kita diharuskan menaati 10 Perintah Taurat. Namun demikian perintah untuk memelihara hari Sabat, yang termasuk ke dalam 10 perintah tersebut, tidak ditaati lagi. Kristen mengatakan bahwa hal ini telah "diubah" oleh Tuhan.
Seperti yang ditulis penulis Kristen James Montgomery Boice berikut:
"Pertama, hari Sabat adalah kebiasaan unik orang Yahudi dan tidak dimaksudkan atau diperintahkan kepada bangsa lain, baik dulu maupun sekarang. Hal ini berbeda dengan perintah- perintah lainnya yang secara umum kita jumpai di dalam hukum-hukum [agama] kuno lainnya. Para pendukung hari Sabat seringkali menggunakan Kejadian 2:2-3 (yang dirujuk dalam perintah keempat) untuk memperlihatkan hal sebaliknya…Untuk tegasnya begini, ayat ini tidak menunjukkan bahwa Tuhan menetapkan hari Sabat pada saat penciptaan; namun ada beberapa ayat yang memperlihatkan bahwa Ia melakukan hal itu di kemudian waktu. Dua di antaranya adalah Nehemia 9:13-14… Ayat-ayat tersebut menghubungkan penetapan aturan tentang hari Sabat di Gunung Sinai dan secara tidak langsung menunjukkan bahwa hari Sabat tidak dikenal dan tidak dirayakan sebelum waktu itu. Ayat lainnya yang penting adalah dalam Keluaran…(Kel 31:12-17). Ayat-ayat tersebut menggambarkan hari Sabat sebagai sebuah tanda perjanjian antara Tuhan dan bangsa Israel; begitu pentingnya sehingga sampai diulangi dua kali. Jadi sulit dimengerti bagaimana perintah hari Sabat dikatakan juga berlaku untuk bangsa lain ? Justru sebaliknya, memelihara hari Sabat adalah tanda untuk membedakan bangsa Israel dari bangsa lain, sama seperti halnya perintah sunat. Tetapi bagaimana dengan hari Minggu ? Minggu adalah hari lain yang ditetapkan Tuhan, namun untuk Gereja bukan untuk bangsa Israel dan dengan karakteristik yang berbeda tentunya. Hari Sabat adalah waktu untuk beristirahat dan terbebas dari segala aktivitas. Dan kegagalan untuk beristirahat membawa hukuman bagi para pelanggarnya. Berlawanan dengan Sabat, hari Minggu adalah hari penuh sukacita, aktivitas, dan pengharapan… Fakta bahwa hari Minggu telah ditetapkan menggantikan hari Sabat terlihat dalam cara beribadah gereja mula-mula." (Foundations of the Christian Faith, James Montgomery Boice, 1986, InterVarsity Press, Downsers Grove, IL, p.234)
Sayangnya, bukti yang disodorkan Boice ini penuh dengan ketidakakuratan dan ketidak-benaran:
- Mengenai "perintah hari Sabat ditujukan hanya untuk bangsa Israel" – ketetapan atau perintah apakah yang diberikan Tuhan kepada bangsa lain SELAIN bangsa Israel ? Tidak ada. Setiap perintah yang Ia berikan kepada bangsa Israel adalah untuk menjadikan mereka umat-Nya, sebagai terang bagi dunia (Yesaya 49:5-6; Lukas 2:32). Fakta adanya bagian-bagian dari Taurat yang terkandung dalam agama bangsa-bangsa lain tidak dapat dijadikan bukti bahwa hari Sabat hanya untuk bangsa Israel. Tuhan membuat satu bangsa berbeda dari bangsa lain supaya mereka membawa firman-Nya (Taurat) itu kepada dunia. Tuhan juga berfirman bahwa hukum-Nya berlaku sama, untuk bangsa Israel dan orang asing yang tinggal bersama-sama bangsa Israel (Imamat 24:22). Dan faktanya, dalam Keluaran 12:48-49, Tuhan berfirman "satu Hukum untuk bangsa Israel dan non-Israel" – dan ini terjadi sebelum peristiwa Gunung Sinai. Dalam Yesaya 51:4-5 dan 56:1-8, Tuhan kembali berfirman tentang posisi orang non-Israel terhadap Taurat-Nya.
- Tuhan sendiri yang menghubungkan perintah hari Sabat dengan pekerjaan-Nya pada waktu penciptaan. Ia berfirman dengan jelas oleh sebab itulah hari Sabat dikuduskan (Keluaran 20:11).
- Acuan dalam Nehemia sama sekali tidak mengimplikasikan hal demikian. Bangsa Israel telah memelihara Sabat bahkan sebelum di Gunung Sinai, seperti yang tertulis dalam Keluaran 16:25-26 dan juga dalam literatur-literatur Yahudi.
- Tentang pertanyaan Boice, "bagaimana perintah hari Sabat dikatakan juga berlaku untuk bangsa lain ?" – sekali lagi poin yang hilang ialah bahwa Taurat adalah firman Tuhan untuk seluruh dunia, bukan sekumpulan aturan khusus untuk orang Israel. Tuhan membuat jelas bahwa orang non-Israel suatu hari nanti akan bergabung dengan Israel dalam satu kepercayaan untuk menyembah-Nya. Orang non-Israel tidak akan memiliki kepercayaan baru yang terpisah dari bangsa Israel (Yesaya 54:1-3). Paulus mengulanginya kembali dalam Efesus 2:10-12 dimana ia mengatakan bahwa orang-orang percaya bukan Yahudi tidak lagi asing terhadap perjanjian dan hukum Israel – dan ini termasuk perintah hari Sabat.
- Alkitab dan fakta sejarah membuktikan gagasan bahwa Tuhan "mengubah" Sabat menjadi hari Minggu adalah tidak benar. Pembuktikan bahwa gagasan ini "ada di dalam Alkitab" dihasilkan dari terjemahan beberapa ayat Alkitab yang salah dan di luar konteks. (Buku yang membahas hal in secara detil adalah From Sabbath to Sunday, Samuele Bacchiocchi, 1977, The Pontifical Gregorian University Press, Roma). Riset yang dilakukan Bacchiocchi memperlihatkan bagaimana perubahan Sabat dan hari-hari raya Alkitab lainnya dicetuskan oleh sikap anti-Yahudi para "Bapa Gereja".) Ingatlah firman ini, "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah." (Maleakhi 3:6)
- Hari Sabat adalah lebih dari sekedar "hari peristirahatan". Pernyataan bahwa "kegagalan beristirahat membawa hukuman" adalah tidak akurat. Hari Sabat memang hari beristirahat dari segala akitivitas kita dalam mencari nafkah dan kesenangan duniawi, akan tetapi hari Sabat adalah hari yang penuh dengan aktivitas ibadah, belajar dan memuji Tuhan.
Sejarah menunjukkan bahwa ibadah hari Minggu untuk menggantikan ibadah Sabat adalah tradisi manusia, terutama pada masa awal Gereja Roma. Ini merupakan bahasan utama dalam Konsili di Trent, yang diadakan di Italia Utara (1545-1563). Wakil Paus, Uskup Agung Reggio, membungkam argumen "sola scriptura"-nya Martin Luther dan para pembaharu Protestan ketika ia dengan benar menyatakan:
"Kaum Protestan mengklaim bersandar kepada firman yang tertulis saja; mereka menyatakan berpegang hanya kepada Alkitab sebagai standar iman. Mereka membenarkan pemberontakan mereka dengan dalih Gereja telah menyelewengkan firman yang tertulis dan mengikuti tradisitradisi. Sekarang klaim kaum Protestan bahwa mereka bersandar hanya kepada firman yang tertulis ternyata tidak benar. Pengakuan mereka bahwa mereka berpegang hanya kepada Alkitab adalah bohong. Buktinya…firman yang tertulis dengan eksplisit memerintahkan untuk memelihara hari ketujuh sebagai Sabat. Namun mereka tidak memelihara hari ketujuh itu, tapi malah menolaknya. Jika mereka sungguh-sungguh berpegang hanya kepada Alkitab, mereka akan memelihara hari ketujuh itu sebagaimana diperintahkan sepanjang Alkitab. Tapi mereka bukan saja menolak memelihara Sabat seperti yang diperintahkan dalam firman yang tertulis, malahan mereka mengadopsi, dan mempraktekkan, ibadah hari Minggu, yang hanya merupakan tradisi Gereja. Maka dari itu klaim sola scriptura mereka telah gagal dan bahwa "Kitab suci dan tradisi adalah sama pentingnya" justru dibenarkan. Biar kaum Protestan sendirilah yang jadi hakimnya."
Hari Sabat : beban atau sukacita?
Ada semacam miskonsepsi pada sebagian orang bahwa perintah hari Sabat hanya menyusahkan manusia saja. Contohnya seperti kisah berikut ini. Seorang anak kecil menanyai ibunya apakah ia dapat pergi bermain. Lalu ibunya menjawab, "kamu tidak boleh pergi bermain, sebab seseorang tidak boleh melakukan hal itu pada hari Sabat." Namun anak itu tetap mendesak, "Ibu, izinkanlah aku pergi." Akhirnya, ibunya menyerah sembari menjawab, "baiklah, kamu bisa pergi dan bermain, namun dengan satu syarat, jangan bersenang-senang sambil bermain, sebab bagaimanapun hari ini adalah hari Sabat." Pengertian Sabat disini terlanjur diartikan sebagai hari yang penuh beban karena kita dituntut untuk tidak boleh ini, tidak boleh itu. Padahal dalam kitab nabi Yesaya hari Sabat dinamakan sebagai "hari kenikmatan" (Yesaya 58:13-14). Dalam sebuah midrash dikatakan:
"Mungkin kamu mengira bahwa Aku memberikan kepadamu hari Sabat untuk menyusahkanmu; Aku sesungguhnya memberimu Sabat untuk menyenangkan kamu. Menguduskan hari ketujuh bukan berarti kamu mesti menyengsarakan dirimu, tetapi sebaliknya engkau harus menguduskannya dengan seluruh hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan seluruh perasaanmu. Sucikanlah hari itu dengan memilih makananmu, dengan memakai pakaian yang indah; penuhilah jiwamu dengan kesenangan dan Aku akan memberi upah untuk kesenangan itu." (Deuteronomy Rabba 3,1)
Yeshua pun berkata bahwa Sabat diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk Sabat. Oleh sebab itu pergunakanlah Sabat sebagai hari sukacita dimana kamu bisa memanfaatkan 24 jam penuh khusus untuk Tuhan. Tentu saja bukan berarti anda tidak boleh mempergunakan hari-hari lain untuk Tuhan, tetapi sediakan satu hari spesial – Sabat – supaya menjadi tanda bahwa TUHAN adalah Elohim kita (Yeh 20:20).
Tuhan sendiri berfirman tentang hubungan antara orang-orang percaya yang bukan Yahudi dengan Sabat dan Taurat:
"Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat Janganlah orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN berkata: "Sudah tentu TUHAN hendak memisahkan aku dari pada umat-Nya"; dan janganlah orang kebiri berkata: "Sesungguhnya, aku ini pohon yang kering." Sebab beginilah firman TUHAN: "Kepada orangorang kebiri yang memelihara hari-hari Sabat-Ku dan yang memilih apa yang Kukehendaki dan yang berpegang kepada perjanjian-Ku, kepada mereka akan Kuberikan dalam rumah-Ku dan di lingkungan tembok-tembok kediaman-Ku suatu tanda peringatan dan nama--itu lebih baik dari pada anak-anak lelaki dan perempuan--,suatu nama abadi yang tidak akan lenyap akan Kuberikan kepada mereka. Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama TUHAN dan untuk menjadi hamba-hamba-Nya, semuanya yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang berpegang kepada perjanjian-Ku, mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan di rumah doa-Ku. Aku akan berkenan kepada korban-korban bakaran dan korban-korban sembelihan mereka yang dipersembahkan di atas mezbah-Ku, sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." (Yesaya 56:2-7)
Menurut kitab Yesaya, orang-orang bukan Yahudi manakah yang bakal mendapatkan berkat Tuhan ? Yaitu mereka yang memelihara Taurat-Nya. Kitab Wahyu meneguhkannya demikian:
אשרי השומרים את־מצותיו והיה להם רשיון לאכל מעץ החיים ולבא העירה דרך שעריה׃
(חזון יוחנן פרק כב:יד)
"Blessed are they that do His commandments, that they may have right to the tree of life, and may enter in through the gates into the city." (King James Bible, Wahyu 22:14)