Kamis, 21 Mei 2020

Naskah Perjanjian Baru Kristen

 


Papyrus-Bodmer-VIII

Secara tradisional, sebuah naskah yang dipandang "spesial" tidak pernah dipermasalahkan. Orang cenderung untuk memaknai pesan yang terkandung di dalamnya. Hal ini terjadi pada semua peradaban manusia. Naskah-naskah tua yang berisi mitologi, sejarah maupun mantera-mantera tidak pernah dipermasalahkan, orang cenderung untuk mengambil pesan yang terkandung di dalamnya.

Demikian juga yang terjadi dengan Naskah Rujukan Perjanjian Baru Yunani yang menjadi sumber acuan penerjemahan ke dalam banyak bahasa di dunia.

Namun seiring dengan kemajuan peradaban, muncul yang disebut dengan Kritik Teks. Kritik teks adalah salah satu metode penafsiran Alkitab yang mempelajari teks yang ada secara terperinci untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Cetakan Perjanjian Baru Yunani disertai dengan kritik teks pada catatan kakinya

Ketika seseorang mencoba mempelajari suatu teks Alkitab dari beberapa terjemahan yang berbeda, tidak jarang ia menemukan bagian yang berbeda antara dua terjemahan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa macam hal, antara lain:
  • Perbedaan sumber asal.
  • Perbedaan interpretasi pada saat menerjemahkan.
  • Kesalahan yang tidak disengaja pada saat menerjemahkan atau menyalin ulang sebuah teks. 
  • Kerusakan atau hilangnya naskah rujukan karena penindasan, perang atau kepentingan politik.

Blogger memberikan beberapa gambaran bagaimana Naskah Perjanjian Baru Yunani saat berharapan dengan Kritik Teks.

Disini tidak akan diberikan transliterasi dari naskah yunaninya, namun apabila pembaca ingin mengeja sendiri naskah yunaninya silahkan klik link Alfabet Yunani untuk pengenalan huruf-hurufnya.

================================

Contoh Pertama:

"Yang penting di sini ialah hikmat: barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah enam ratus enam puluh enam."
(Kitab Wahyu 13:18 Terjemahan LAI 1974) 

666 adalah sebuah angka yang sangat familiar sebagai "Angka Setan". Banyak film-film dan mitos-mitos seputar angka ini. 

Dalam Textus Receptus, yang diturunkan dari naskah-naskah jenis Teks Bizantium manuscripts, angka 666 ditulis dalam bentuk tiga huruf χξς, dengan penjabaran χ (bernilai 600), ξ (bernilai 60), dan ϛ (bernilai 6) yaitu kata terakhir dalam ayat ini:

18Ὧδε ἡ σοφία ἐστίν· ὁ ἔχων τὸν νοῦν ψηφισάτω τὸν ἀριθμὸν τοῦ θηρίου· ἀριθμὸς γὰρ ἀνθρώπου ἐστί· καὶ ὁ ἀριθμὸς αὐτοῦ χξϛʹ.

Dalam Novum Testamentum Graece, yang lebih condong kepada jenis Teks Alexandria, angka 666 ditulis dengan tiga kata, ἑξακόσιοι ἑξήκοντα ἕξ, yang berarti "enam-ratus enam-puluh enam":

18ὧδε ἡ σοφία ἐστίν· ὁ ἔχων νοῦν ψηφισάτω τὸν ἀριθμὸν τοῦ θηρίου, ἀριθμὸς γὰρ ἀνθρώπου ἐστίν· καὶ ὁ ἀριθμὸς αὐτοῦ ἑξακόσιοι ἑξήκοντα ἕξ.

Ada naskah yang tidak dianalisis dan dipublikasikan sampai akhir abad ke-20. Naskah itu adalah sebuah Fragmen yang disebut sebagai Papirus 115 (Naskah ini sekarang disimpan pada Ashmolean Museum di Pusat Kota Oxford)




Dalam naskah ini, angka binatang buas bukan 666 melainkan 616 yaitu chi, iota, sigma (χιϛ). Sebuah varian yang sangat jauh berbeda.

================================

Contoh Kedua:

Ada banyak tanda khusus yang dibubuhkan dalam naskah cetak Perjanjian Baru Yunani yang dijadikan rujukan penerjemahan. Ada simbol-simbol tertentu yang menandakan tentang derajat kepastian suatu naskah. Salah satunya adalah tanda kurung siku dan dobel kurung siku seperti pada gambar di bawah ini.



Salah satu kasus yang paling terkenal yang diberi kurung siku adalah pada naskah akhir Kitab Markus Pasal 16. Pasal ini terbagi menjadi 2 yaitu penutup panjang dan pendek :
  • Markus 16:1-8 = Kebangkitan Yesus
  • Markus 16:9-20 = Yesus terangkat ke sorga

Naskah Yunani Markus 16:9-20 diperdebatkan apakah merupakan bagian asli atau tambahan dari Injil Markus, karena beberapa naskah kuno, Codex Sinaiticus (~400 Masehi), Codex Vaticanus (~325 Masehi), dan Codex Bobbiensis (~430 Masehi) tidak mencantumkannya.

Di akhir Injil Markus pada Codex Sinaiticus secara tidak lazim tersedia tempat kosong setelah ayat 8, yang pada Codex Vaticanus tempat kosong yang sama dibubuhi hiasan besar yang unik; sedangkan Codex Bobbiensis menutup dengan kalimat-kalimat "penutup pendek" yang jarang dijumpai di naskah lain.

================================

Contoh Ketiga: 


Naskah Doa Bapa Kami 
Diambil dari Matius 6:9-13 Terjemahan LAI 1974

9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, 10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. 11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; 13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) 

Teks yang diwarna merah dan dikurung tidak ada di dalam naskah Perjanjian Baru Yunani. Dari sini LAI melakukan kejujuran dalam penerjemahan. Setiap yang diberi tanda kurung (......) memang tidak ada dalam naskah aslinya, namun senantiasa muncul dalam banyak terjemahan di dunia. Dalam Terjemahan LAI setiap naskah yang dikurung siku [.......] menunjukkan bahwa naskah tersebut masih dalam perdebatan (sebagaimana dalam Contoh Kedua di atas). 

================================

Dalam banyak salinan dan kutipan, seringkali terdapat perbedaan bentuk kata, perbedaan pemakaian kata, perbedaan ejaan, perbedaan tanda baca, dll yang memungkinkan sebuah naskah dibaca dengan cara yang berbeda. Kasus semacam ini sebenarnya tidak menjadi masalah, karena sebuah kutipan selalu dilakukan orang sejauh mereka mengingat atau memahaminya. Dalam Cetakan Naskah Perjanjian Baru Yunani saat ini, varian dari ribuan salinan maupun kutipan Perjanjian Baru Yunani didaftarkan dalam catatan kaki di bawah naskah. Setiap naskah diberi kode sendiri-sendiri. Dari situ kita bisa melihat ribuan varian dari Naskah Perjanjian Baru Yunani.

Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah seandainya sebuah naskah induk ada yang dijadian rujukan sebagai otoritas pertama, sedangkan naskah lain hanya sebagai pembanding dan studi salinan saja. Namun dengan banyaknya terbitan Naskah Perjanjian Baru Yunani yang bervarian karena penyunting menyusunnya berdasarkan naskah induk yang berbeda, telah membuat banyaknya perbedaan dalam terjemahan-terjemahan dalam bahasa-bahasa di dunia. Banyak perbedaan itu terlalu mencolok dan jauh, sehingga pesan yang diterima juga menjadi berbeda sehingga menciptakan doktrin yang berbeda pula. 


Lebih liberal lagi sering terjadi sebuah naskah terjemahan memberikan nomor ayat, pembagian pasal, paragraf dalam tempat dan posisi yang berbeda dari naskah aslinya sehingga membuat pembaca menerima pesan naskah dalam bentuk yang berbeda. Sebagaimana kita menulis "Adik makan" "Adik! Makan!" "Adik makan?" "Adik, makan?" akan memberikan makna yang benar-benar berbeda.

Terkadang juga beberapa kata tidak diterjemahkan karena terasa janggal atau karena tidak sesuai dengan doktrin sebuah komunitas gereja sehingga makna naskah asli tidak terungkap seluruhnya.

Contohnya:
Sinagoga, dalam terjemahan di Indonesia diterjemahkan sebagai "Rumah Ibadah", "Tempat Ibadah", "Tempat Ibadah Orang Yahudi". Pembaca awam akan berpikir bahwa Rumah Ibadat yang dimaksud adalah sebuah GEREJA atau sebuah Persekutuan Doa, padahal itu adalah sebuah SINAGOGA (Tempat Ibadah Orang Yahudi).

Dalam terjemahan lama bahkan pernah diterjemahkan sebagai "Masjid".

Naskah Kitab Suci yang diyakini merupakan Firman Tuhan seyogyanya mendapatkan perlakuan khusus yang berbeda daripada naskah-naskah umum yaitu terjaga keaslian dan originalitasnya. Namun pada kenyataannya, Tulisan Suci harus "kalah" dengan suatu kondisi yang disebut dengan "Seleksi Alam."

Kita semua tahu, perbedaan nama dalam KTP, Paspor, surat perjanjian akan menjadi masalah yang serius. Perbedaan pemilihan kata juga akan menjadi masalah saat kita menulis sebuah Undang-undang. Kita juga tidak akan bisa masuk akun apabila kita salah username atau password meskipun hanya satu karakter.

Namun, sebuah film luar negeri misalnya anime jepang, manga, film Amerika atau India, meskipun diedarkan oleh pihak yang berbeda dan memiliki bentuk terjemahan yang berbeda, kita tetap bisa menerima pesan yang terkandung di dalamnya.

Demikian pula Perjanjian Baru Yunani, sebagai buku sejarah masih bisa diterima, sebagaimana Homer, Mahabarata, Epic Gilgamesh dimana kisah-kisahnya bisa kita pahami. Namun jika memakai standar masa kini (Kritik Teks), kesimpulan itu tergantung pribadi kita masing-masing. Kita bisa menyebutnya sudah korup, sudah dipalsukan dll.

Jika saja disepakati sebuah naskah kuno yang lengkap sebagai rujukan mutlak dan berwibawa penuh, semuanya ini tidak akan menjadi masalah. Namun dengan terlalu banyaknya varian dan rujukan, telah terjadi distorsi kepercayaan akan wibawa sebuah naskah. Sebagaimana sebuah undang-undang yang memiliki banyak varian.

Hal ini bagi sebagian orang, mungkin akan menjadi sebuah ketidak percayaan. Namun, sebenarnya ini bukanlah hal yang terlalu serius. Bagaimana bisa? Tentu bisa, karena sebenarnya yang disebut dengan Injil (Yunani: Euanggelion, Ibrani: Besorah), atau "Kabar Baik/Kabar Kesukaan" adalah Yesus itu sendiri. Yesus yang datang sebagai Penyelamat (Menurut Keyakinan Kristen). Tidak ada Kitab baru, karena pada dasarnya Kekristenan adalah sebuah Mahzab dalam Agama Yahudi.

Kisah tentang Yesus dan ajarannya ini, awalnya memang disampaikan secara lisan dan dalam bahasa Aram, yaitu sebuah bahasa yang tentu sangat asing bahkan oleh masyarakat Kristen saat ini juga. Hanya beberapa komunitas Kristen yang masih melestarikan bahasa ini sebagai Bahasa Asli Yesus (Yeshua).

Ajaran dan penafsiran dari Mahzab Nasrani ini memang awalnya dipertahankan secara lisan. Baru kemudian, setelah beberapa waktu, kisah lisan ini dituliskan.

Saat ini Naskah Perjanjian Baru Yunani sendiri yang terpopuler dan paling banyak digunakan ada dua yaitu naskah Stephanus yang disebut Textus Receptus (TR) berasal dari manuskrip sekitar abad ke-7 Masehi yaitu naskah Barat (Western-type text), dan naskah Westcott-Hort (WH) yang diteruskan oleh Nestle/K. Aland dan dikenal sebagai Revised Text berasal dari manuskrip sekitar abad ke-4 Masehi, dikenal sebagai naskah Aleksandria. 

Brooke Fos Westcott merupakan seorang Bishop gereja Anglikan, dan Fenton John Anthony Hort, seorang dosen dari Cambridge University. Untuk mempersingkat nama mereka, biasanya hanya ditulis WH (Wescott-Hort). Mereka menerbitkan Perjanjian Baru Yunani yang didasarkan pada naskah yang ditemukan di Sinai (Codex Sinaiticus) dan naskah yang tersimpan di perpustakaan Vatikan (Codex Vaticanus). 

Menurut Dr. D.A. Waite dalam bukunya 'Defending the King James Bible', perbandingan  naskah WH dengan Textus Receptus yang sudah dipakai lebih dari tiga ratus tahun terdapat 5,604 perbedaan yang terdiri dari 1,952 penghilangan (35%), 467 penambahan (8%), dan 3,185 perubahan (57%). 

Naskah yang lain adalah naskah berbahasa Aram/Aramaic yang dikenal dengan sebuhan Peshitta (sederhana), disebut sederhana karena memang tidak perlu pertimbangan khusus, karena ditulis dengan bahasa sebagaimana pengajaran lisannya.

Perbedaan mencolok antara Naskah Aramaic dan Yunani adalah, penggunaan gender kosakataDan itu tentu saja akan menimbulkan interpretasi yang berbeda dalam terciptanya sebuah dogma. Misal, Roh Kudus, dalam bahasa Aramaic ditulis dalam bentuk feminim, sedangkan dalam Bahasa Yunani ditulis dalam bentuk Netral.

Dan juga kisah tentang Perempuan yang ke dapatan berzina, kisah ini tidak terdapat dalam Naskah Aramaic. Kita tidak bisa meng-klaim begitu saja kalo salah satunya korup atau salah satunya menambahkan. Karena pada jaman itu, teknologi belum semaju sekarang, bisa jadi naskah rusak, atau memang tidak ditulis semua. Sekali lagi, ini adalah tradisi lisan yang dituliskan.

 =========== 

Jika dibandingkan dengan Naskah Taurat Ibrani, meski jauh lebih kuno, namun memiliki wibawa dan kebanggaan yang lebih besar (karena dipercaya Musa/Moshe menuliskannya dengan didikte Tuhan secara langsung). Naskah Induk adalah Naskah Salinan Terbaik yang ditulis para Masora, disalin secara estafet dengan aturan sangat ketat tidak hanya pada ketepatan huruf, namun juga posisi huruf dalam naskah. Hal ini merupakan kesulitan yang luar biasa karena di jaman kuno belum ada mesin foto copy, dan setiap ditemukan kesalahan penyalinan, naskah harus dihancurkan. Naskah yang Ibrani berhuruf mati semua (seperti arab gundul) sehingga mengharuskan orang untuk menghafal secara tepat bacaan naskah yang benar. Di cetakan masa kini, dalam naskah ditambahkan sandangan/ harakat untuk bacan yang benar agar tetap terpelihara, harakat tidak menonjol dan tidak merubah susunan maupun panjang naskah. Semua varian yang mungkin muncul di tempat lain hanyalah salinan-salinan pribadi yang tidak dapat dipandang berotoritas, varian juga muncul dari mahzab-mahzab lain yang "memperkosa" naskah. Jika ingin mengenal Abjad Ibrani silahkan klik Mengenal Abjad Ibrani.

Selesai disalin, setiap naskah Ibrani harus di cek, bukan hanya soal ketepatan huruf, namun sampai pada ketepatan goresan. Satu kesalahan penyalinan saja, akan membuat naskah tersebut harus dihancurkan dan harus disalin ulang dari awal.

Terlepas dari segala konsep teologis, Kritik Teks memberikan gambaran tentang perkembangan ilmu pengetahuan di masa kini, melalui Kritik Teks kita bisa mendapatkan banyak informasi tentang gambaran kehidupan di masa lalu dan beragam dialek dalam bahasa-bahasa klasik, dalam hal ini Bahasa Yunani, Aramaic dan sejarah perkembangan Kekristenan. Hal ini juga menunjukkan seberapa kuat sebuah naskah dapat dipercaya.

De Arameesche tekst van het Mattheus-evengelie is reeds vroegtijdig gegaan. De andrere drie evangelien, zijn in het Grieksch geschreven. De boeken van de Heilige Schrift, zelfs de evengelien, zijn niet volkomen in de zelfds toestand bewaard gebleven, waarin zijoorspronkelijk zijn geschreven. Daar de boekdrukkeenst niet bestond, warden zij eeuwen long telkens overgeschreven en hijdat overschrijoen werden soms woorden uitgelaten, verwisseld of verkeerd geschreven ...
Artinya:
Gospel Matius yang berbahasa Aramaik telah lama hilang. Tiga Gospel lainnya ditulis dalam bahasa Yunani. Buku-buku dari Kitab Suci juga Gospel-Gospelnya tidak tersimpan dengan sempurna dalam keadaan yang sama, dalam mana itu asalnya ditulis. Karena tidak adanya cetak-mencetak buku maka seringkali dilakukan pemindahtulisan berabad-abad lamanya, dan dalam memindahtuliskan itu kadang-kadang terjadi penghapusan kata-kata, penukaran kata-kata atau penulisan terbalik ... 
Het Evangelie, 1929, Badan Perpustakaan Petrus Canisius

Hasil dari penyuntingan para ahli naskah Perjanjian Baru, saat ini setidaknya tersedia dua terbitan Alkitab bahasa asli Yunani yaitu Westcott-Hort (WH) dengan Textus Receptus (TR) yang diantara kedua naskah ini terdapat ± 5,604 perbedaan.

Ada lagi versi BF2 (Edisi dari The Nestle Greek Text) terbitan British and Foreign Bible Society, Naskah Yunani Edisi Bover (Bov) dan 
"The Greek New Testament" terbitan United Bible Society (yang juga diterbitkan di Indonesia oleh Lembaga Alkitab Indonesia/LAI).

Dengan terpaksa setiap orang Kristen harus menetapkan versi manakah yang akan diakuinya sebagai Alkitab Perjanjian Baru bahasa asli yang benar, atau otoritas yang final (The Final Authority). Namun sebaiknya, mengikuti tradisi kuno, semua ini adalah tradisi lisan yang dituliskan, yang penting adalah pesannya tersampaikan. Jika memang berkeinginan untuk lebih dekat dengan tradisi lisan tersebut, sebaiknya menghubungi langsung pelestari tradisi lisan tersebut, setidaknya menjalin komunikasi dengan Gereja pelestari Bahasa Aramaic.

Mari kita perbandingan ayat-ayat terakhir dalam Perjanjian Baru dalam berbagai edisi :

Edisi Nestle/Aland dan UBS (United Bible Society) 
  
 

Edisi Stephanus (Textus Receptus)

 
  
Edisi Wescott dan Hort (WH)

 

Edisi Alkitab 4 in 1 yang mendasarkan pada Textus Receptus sebagai naskah dasar dan menyertakan varian-varian dari naskah-naskah Yunani yang berbeda.

   
===================


Khusus untuk naskah Perjanjian Baru Yunani, sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab yang beredar pada masa itu. Banyak diantaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang disengaja - seperti dalam kasus-kasus kaum heretic , pembangkang gereja yang berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri, dengan menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karena faktor human error , mengingat pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi ayat, yang sangat memakan waktu dan tenaga.  

Hingga ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab adalah hasil salinan tangan yang kita sebut manuskrip. Alkitab lengkap tertua yang masih ada hingga sekarang berasal dari abad ke-empat, dan isinya sama dengan Alkitab yang dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan manuskrip-manuskrip asli yang ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada beberapa alasan akan hilangnya kitab-kitab asli tersebut: 

Beberapa ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Para penguasa yang menindas Gereja Katolik menghancurkan segala hal yang menyangkut Kristenitas yang bisa mereka temukan. Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen) juga secara berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan Kristen dan membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius yang dapat mereka temukan disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memaksa umat Kristen untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah ancaman nyawa, lantas membakar kitab-kitab tersebut. 

Alasan lainnya: media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab, disebut papirus - sangat mudah hancur dan tidak tahan lama, sedangkan perkamen, yang terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit didapat. Kedua materi inilah yang dimaksud dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2 Timotius 4:13. Umat Kristen purba, setelah membuat salinan Alkitab, juga tidak terlalu peduli untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak beranggapan penting untuk memelihara tulisan-tulisan asli oleh Santo Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka percaya penuh kepada Gereja Katolik yang mengajarkan lewat Tradisi melalui mulut para Paus dan para uskup-uskupnya. Umat Katolik tidak melandaskan ajaran-ajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi yang hidup (sebagaimana yang disebut Oral Torah/Taurat Lisan dalam agama Yahudi, dan mungkin yang disebut Sunnah dalam agama Islam
), dari Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.  

Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther melakukan hal tersebut sebenarnya karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut justru mengokohkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther sendiri. 
 

Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa kitab-kitab lainnya: Surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab kaum Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther menghujat bahwa surat Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab. 
 

Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata 'saja' pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat tersebut berbunyi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat". Tidak heran kalau Martin Luther menghujat surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang menjatuhkan doktrin Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15 tertulis: "Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" dan Yakobus 2:17 "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" dan Yakobus 2:24 "Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."

Dan kenyataan yang mengejutkan adalah, semua ini bisa terjadi adalah mungkin karena ada alasan politis juga. Kita memang harus mengakui, kisah ini bisa sangat cocok dengan yang tertulis dalam Al-Qur'an bahwa umat Nasrani merubah kitab-kitab mereka. Meski faktanya tidak semua golongan merubahnya, ada juga yang masih melestarikan kisah lisannya dalam Bahasa Aramaic, yaitu Bahasa asli Yesus/Yeshua.
  
Semoga bermanfaat. Salam Olahraga.

Referensi: