Kamis, 08 Juni 2017

Islam Kejawaan

Islam Kejawaan (Taddaburan/maiyahan) di Indonesia.

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah keluarga orang yang sudah meninggal : setiap hari dikirimi doa dan tumpeng.

Hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.

Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya Christia Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.

Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.

Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.

Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.

Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.

Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.

Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego).  Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .

Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , korslet.

Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice, padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice.

Begitu diambil cicak satu, disini namanya upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.

Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.

Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).

Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan  Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.

Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.

Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.

Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.

Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp 10 juta belum tentu mau.

Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.

Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.

Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah.

Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.

Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.

Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.

Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.

Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.

Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.

Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.

Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.

Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara.

Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.

Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.

Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.

Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.

Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.

Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.

Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.

Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan.

Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah -kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.

Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.

Disana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.

Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.

Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.

Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan : ".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”

Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”

Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.

Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.

Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau menanam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.

Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati.

Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?

Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.

Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.

Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.

Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.

Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.

Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.

Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )

Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.

Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.

Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.

Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.

Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.

Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.

Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.

Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.

Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.

Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.

Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.

Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.

Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.

Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?

Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.

Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.

Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).

Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.

Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”

Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok.

Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tabok mulutnya!

Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu.

Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.

Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.

Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.

Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.

Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.

Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.

Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat 'imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.

Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.

Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.

Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.

Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.

Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.

Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.

Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.

Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.

Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.

Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.

Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:

Gundul-gundul pacul, gembelengan.
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x

Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.

Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.

Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.

Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.

Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.

Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.

Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.

Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.

Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.

Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.

Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.

Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in . Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut.

Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.

Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.

Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.

Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.

Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.

Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.

Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.

Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya.

Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.

Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.

Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”.

Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”.

Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.

Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.

Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.

Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran.

Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.

Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.

Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir.

Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.

Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.

Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.

Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.

Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.

Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.

Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.

Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW.

Sumber : Agus Sunyoto Lesbumi

Rabu, 10 Mei 2017

Nasrani itu bukan Kristen

APAKAH NASRANI SAMA DENGAN KRISTEN?
 
Oleh :
Presbyter Rm.Kirill JSL
(Omeц Кирилл Д.С.Л.)
GEREJA ORTHODOX INDONESIA
(THE INDONESIAN ORTHODOX CHURCH) 
 
1. Etimologi Nama Nasrani

Sekte Nasrani (Nazarene; ἡ τῶν Ναζωραίων αἵρεσις; Nazôraios hairesis; nazôraiôn aireseôs; Latin: sectae Nazarenorum; Arami: Natsoraya; Arab: Nashara; نصارى), dari bahasa Ibrani נזרים), yang digunakan dalam Kitab Kisah Para Rasul, jelas merujuk pada Yahudi dan bukan Yahudi pengikut Rasul-rasul Yesus. Istilah Talmud bagi orang Kristen dalam bahasa Ibrani adalah “Notzrim” ("נוצרים"; "Nasrani") atau secara sederhana “Pengikut Jalan Tuhan” (“ha Derekh”) (Kis. 22:4), yang aslinya berasal dari kenyataan bahwa Yesus datang dari kota Nazaret (bhs. Arab: الناصرة an-Nāṣirah; bhs. Ibrani: נָצְרַת) di Israel. Kata yang sama, "Ναζωραῖοι" (“Nazoraioi”), yang digunakan dalam kasus genitif dalam kalimat "ἡ τῶν Ναζωραίων αἵρεσις" digunakan dari sebuah sekte Kristen Yahudi awal mirip dengan Ebionit, dalam arti bahwa mereka mempertahankan ketaatan mereka pada Taurat, tapi tidak seperti Ebionit, mereka menerima kelahiran perawan dari Yesus. Nasrani atau Nasranee dapat juga merujuk kepada orang-orang Nasrani Suriah Malabar, kelompok etno-religius Kristen dari Kerala, India, mungkin mereka berasal dari etnis Yahudi.

Menurut referensi standar untuk bahasa Yunani Koine, Leksikon bahasa Yunani-Inggris dari Perjanjian Baru: Ναζωραῖος / Nazoraios (jamak: Nazoraioi) diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai:

"Nazoraean, Nazarene, cukup didominasi dengan penunjukan Yesus, dalam Injil Matius, Yohanes, Kisah Para Rasul dan Lukas 18:37, sementara Markus menulis Ναζαρηνός ("datang dari Nazaret "). Dari dua tempat di mana bentuk yang kemudian terjadi di Lukas, satu-satunya, Luk. 4:34, rupanya berasal dari Mrk. 1:24, yang lain, 24:19, mungkin dari sumber khusus. Dimana penulis Lukas-Kisah Para Rasul menulis tanpa pengaruh dari sumber lain menggunakan Ναζωραῖος (Nazoraios). Matius mengatakan secara tegas dalam 2:23 bahwa Yesus disebut demikian karena ia dibesarkan di Nazaret. Selain itu, penulis Perjanjian Baru lain yang menyebut Yesus sebagai Ναζωραῖος, tahu asalnya adalah Nazaret. Tapi secara linguistik transisi dari Ναζαρέτ (Nazaret) menjadi Ναζωραῖος (Nazoraios) adalah sulit ... dan adalah harus diingat bahwa Ναζωραῖος berarti sesuatu yang berbeda sebelum terhubung dengan Nazaret ... Pada mulanya, menurut Kisah Rasul 24:5, orang-orang Kristen disebut Nasrani".

Dalam terjemahan New American Standard Bible, Yesus disebut orang Nazaret dalam Matius 2:23; Markus 10:47; 14:67; 16:6; Lukas 24:19, Yohanes 18:5; 18:7; 19:19; Kis 2:22; 3:6; 4:10; 6:14; 22:8. Menurut Kisah Para Rasul 24:1-9, Paulus dari Tarsus itu ditangkap dan dituduh oleh pengacara dari Yerusalem, Imam Besar Ananias dan kaum Yahudi Farisi menjadi "seorang pemimpin dari sekte orang Nasrani".

* Kisah Para Rasul 24:5

Alkitab Terjemahan Lama:

Karena orang ini hamba sekalian dapati seperti sampar, yaitu seorang penggerak huru-hara kepada sekalian orang Yahudi di seluruh dunia, dan menjadi kepala mazhab Nasrani.

Alkitab ITB : Indonesia Terjemahan Baru:

Bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang Nasrani.

KJV : King James Version:

For we have found this man a pestilent fellow, and a mover of sedition among all the Jews throughout the world, and a ringleader of the sect of the Nazarenes.

GNT-BYZ+ :
Robinson/Pierpont Byzantine Greek New Testament w/Strong’s Numbers:

ευροντες γαρ τον ανδρα τουτον λοιμον και κινουντα στασιν πασιν τοις ιουδαιοις τοις κατα την οικουμενην πρωτοστατην τε της των ναζωραιων αιρεσεως

eurontes gar ton andra touton loimon kai kinounta staseis stasin pasin tois ioudaiois tois kata tên oikoumenên prôtostatên te tês tôn nazôraiôn {Nasrani} aireseôs {Mazhab/sekte/bid’ah}

RST : 1876 Russian Synodal Text:

живущими по вселенной, и представителем Назорейской ереси (Nazoreiskoi eresi)

Kemungkinan asal kata Nasrani telah diusulkan sebagai berikut:

• Nama tempat “Nazara” (yang kemudian menjadi Nazaret), seperti dalam bentuk Yunani: Iesous Nazarenos. Ini adalah penafsiran tradisional dalam Kekristenan arus utama, dan masih tampak interpretasi yang jelas bagi banyak orang Kristen modern. Dalam Matius 2:23 terbaca bahwa "dan ia pergi dan tinggal di sebuah kota bernama Nazaret. Jadi ini terpenuhi apa yang dikatakan melalui para nabi: “Ia akan disebut Orang Nazaret" (NIV) (bhs. Yunani adalah Ναζωραῖος / Nazoraios).
 
• Kata ”nazur” berarti ”terpisah” dalam bahasa Aram. Kata tersebut berkaitan dengan Nazir. Ada sejumlah referensi Nazirites/Nazarites/Nazir di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Seorang Nazir (Nazirites, Nazarites) (נְזִיר) adalah seorang Israel yang telah mengambil kaul khusus dalam pengabdian kepada Yahweh di mana dia berpantang untuk jangka waktu tertentu dari penggunaan produk alkohol dan anggur, tidak memotong rambut, dan tidak mendekati mayat, yaitu sebutan untuk orang yang menyerahkan hidupnya untuk Allah seperti Samson (Hakim-hakim 13:5) dan Samuel (1 Raja-raja 1:11). Pada akhir masa berpantang ini, dia diharuskan untuk membenamkan diri dalam air. Dengan demikian baptisan Yesus (Matius 3:13-15) oleh Yohanes Pembaptis relatif bisa saja dilakukan "untuk memenuhi seluruh kehendak Allah" di bagian akhir dari sebuah kaul Nazir. Namun, setelah baptisan-Nya, kitab-kitab Injil tidak memberikan alasan untuk menganggap Yesus mengambil kaul Nazir lain hingga Perjamuan Malam Terakhir, (lihat Markus 14:25). Lukas 1:15 menggambarkan St. Yohanes Pembaptis sebagai Nazir sejak lahir. St. Yakobus yang Benar digambarkan sebagai seorang Nazir di Panarion 29.4.1 dari St. Epiphanius dari Salamis (kira-kira 310/320 – 403). Menurut keterangan St. Hegesippus (Ἅγιος Ἡγήσιππος) dari Palestina (kira-kira 110 – 7 April 180 AD) yang dikutip oleh Eusebius dari Kaisaria (275–30 Mei 339), seorang Bapa Sejarah Gereja, Yakobus pemimpin kaum Nasrani hidup sebagai seorang nazir, tidak minum anggur, tidak makan daging dan tidak mencukur rambut (Historia Ecclesia II,xxiii). Praktek menahirkan diri nampaknya dilakukan oleh para pengikut Yesus mula-mula seperti yang terlihat dalam Kisah Para Rasul 21:23. Dalam Kisah 21:23-26 St. Paulus dari Tarsus disarankan untuk menemani empat orang yang "berkaul pada mereka" (kaul Nazir) untuk Bait Suci Herodes dan untuk menyucikan diri agar bahwa hal itu bisa terlihat bahwa "Paulus sendiri juga berjalan tertib; ... maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat" (Kis. 21:24). Kejadian ini adalah alasan mengapa dalam Kisah 24:5-18 Paulus dituduh sebagai "pemimpin dari sekte orang Nasrani" (dan selanjutnya membuktikan bahwa istilah Nasrani (Nazarene) terhubung dengan istilah Nazarite/Nazir). Namun, khusus Epiphanius menolak hubungan antara istilah Nasrani (Nazarene) dan Nazir (Nazarite).
 
• Kata Nazara, "kebenaran", konsep gnostik lain dipopulerkan melalui Injil Filipus: "Para rasul yang datang sebelum kami memanggilnya Yesus Kristus orang Nazaret ...". Nazara adalah "Kebenaran". Oleh karena itu ”Nazarenos” adalah "Salah satu Kebenaran ..." (Injil Filipus, 47)

Disamping tiga penjelasan tradisional di atas, dua penjelasan yang lebih baru telah disarankan:

• Kata ”nosri” yang berarti "orang yang memelihara (menjaga)" atau "orang yang menonton". Nama yang sama digunakan oleh para pemimpin spiritual (lihat misalnya Yeshu Ha-Notzri) dari sebuah sekte gnostik pra-Kristen yang berkembang menjadi agama mandaean (seperti dalam Yeremia 31:5-6 נֹצְרִים). Penjelasan ini telah menjadi populer di kalangan Protestan menjelang akhir abad ke-20. Namun, huruf Yunani ζ (zeta) selalu digunakan dalam transliterasi dari Koine ז (Zayin) tetapi tidak pernah צ (tsade) yang selalu diwakili oleh σ (sigma) sebagai gantinya.

• Ναζαρηνος transliterasi Yunani (Nazareinos, berasal dari kata Inggris "Nazarene") dari Neitzër (נצר), yang adalah istilah Ibrani yang berarti "cabang (cabang-cabang)", terutama dari cabang-cabang pohon zaitun (bukan merujuk ke sebuah anyaman dalam bahasa Ibrani). yang muncul dalam Yesaya bab 11.1 dan 60,21. Derivasi ini sangat populer di antara beberapa kelompok Yahudi Mesianik akhir abad ke-20. Tetapi sekali lagi, muncul masalah yang sama dengan huruf Yunani ζ (zeta) menjadi transliterasi Koine ז (Zayin) tetapi tidak pernah צ (tsade) (selalu diwakili oleh σ (sigma) sebagai gantinya).

2. Sejarah Nasrani

Sebenarnya julukan 'Sekte Nasrani' sudah ada sebelum nama itu digunakan untuk mengkaitkan Yesus dengan kota asalnya Nazareth, dan sekte itu adalah sebuah sekte Yahudi, dan kemudian nama itulah yang dipakai untuk memberi 'stigma' pada orang-orang Kristen yang disalah-artikan sebagai 'sekte' itu. Dalam Talmud (Ta'an.27b); Tertulianus (kira-kira 160 – 220 A.D): Marcion IV.3; Tafisran St. Jerome (St. Hieronimus) (sekitar 347 – 420) atas Yesaya 5:18; sekte ini jelas menunjukkan ciri suatu sekte Yahudi yang kemudian bersinkretisasi dengan ajaran Kristen tetapi berbeda dengan kekristenan pengikut Yesus.
 
Sekte Nasrani adalah sekte mistik gnostik orang-orang Mandae yang diikuti oleh orang orang Yahudi dan ini sudah ada sebelum kehadiran nama Kristen. Tidak mustahil bahwa dengan kehadiran kekristenan ada juga orang Yahudi sekte Mandean ini yang juga menganut beberapa ajaran Yohanes Pembaptis yang sesuai dengan faham mistik mereka, tetapi kehadiran sekte pra-Kristen ini memang tetap berbeda dengan kekristenan pengikut Yesus, tetapi orang Yahudi memberikan julukan dan menyamakan 'orang Kristen' dengan 'sekte Nasrani' ini. 'Sekte Nasrani disebutkan dalam Epiphanius Panar.I, Haer.29,6 dan Tafsiran Jerome atas Yesaya 11:1, dan dengan jelas Epiphanius (Panar.I, Haer.18) dalam tulisannya membedakan antara 'sekte Nasrani' kelompok Mandean itu dengan 'kaum Kristen.'
 
Sebutan Nasrani (Ibrani: Natzrim atau Netsarim) berasal dari kalangan Yahudi untuk menyebut para pengikut Yesus. Kata ini muncul dua kali dalam Perjanjian Baru (Kisah Para Rasul 24:5, 14) dan juga di dalam Talmud (Shabbath 116a, Gittin 57a, Avodah Zarah 48a).
 
Berdasarkan data Kitab Suci dan sejarah Gereja Mula-mula, ada 2 corak Kekristenan mula-mula:

(1). Kekristenan-Yahudi (Jewish Christianity) di Yerusalem yang berdiri pada hari Pentakosta tahun 33 yang dipimpin oleh Rasul St. Yakobus yang Benar (kematian Yesus – 62), saudara Kristus atau dikenal juga sebagai Ya’qub Asy Syidiq (Ya’qov ha-Tsadiq; James the Just), episkop/uskup pertama Yerusalem; dan kaum Kristen Yahudi pengikut Yesus di Yerusalem ini biasanya disebut Nasrani (Arami: Natsoraya) atau menurut ejekan Yahudi: ”tôn nazôraiôn {Nasrani} aireseôs {Mazhab/sekte}” yaitu ”mazhab/sekte/heretik/bid’ah orang Nasrani”.

(2). Kekristenan non-Yahudi (Gentile Christianity) di Antiokhia, Syria yang berdiri kira-kira tahun 37, yang fondasinya diletakkan oleh St. Petrus Sang Rasul (37-67), uskup pertama di Antiokhia. Tentang Kekristenan non-Yahudi ini, Kitab Suci mencatat di Kis. 11:26 dimana kaum Kristen non-Yahudi pengikut Yesus di Antiokhia ini: ”… en Antiocheia tois mathaytes khristeeanos ” yaitu ”Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen (bhs. Yunani: Χριστιανός ; khristeeanos; christianos).

Di kota Antiokhia di negara Syria, kaum Kristen, pengikut-pengikut Yesus berasal dari latar belakang non-Yahudi, sebab di kota ini berbaur berbagai bangsa, selain penduduk aslinya yaitu bangsa Aram. Misal bangsa Yunani, Roma, Afrika dari Kirene, Mesir, Ethiopia dan suku-suku Arab, disamping kaum Yahudi pendatang, yaitu kaum Yahudi diaspora (perantauan) yang berbahasa Yunani atau dikenal sebagai kaum Yahudi Helenis. Jadi di Antiokhialah untuk pertamakalinya Injil dan Kekristenan mulai tersebar melintasi batas – batas kebangsaan Yahudi dan wilayah Israel. Ini sesuai dengan perintah Yesus Krsitus, Sang Kepala Gereja sendiri:

”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa [παντα τα εθνη = panta ta ethni ; Vulgata: omnes gentes = semua ras, suku, bangsa-bangsa non-Yahudi (gentile; goyim)] murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus; ...dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi[εσχατου της γης = eskhatou tis gis; Latin Vulgata: ad ultimum terrae]." (Mat. 28:19; Kis. 1:8).

Setelah kematian syahid St. Stefanus, Protomartir (martir pertama) dalam Kekristenan, seorang diakon dari kaum Yahudi Helenis yang dihukum rajam pada kira-kira antara tahun 34-35 Masehi (Kis. 7:58), maka unsur legalistik Yudaisme dalam Kekristenan di Yerusalem semakin menonjol. Lebih-lebih dengan banyaknya imam-imam Farisi yang menjadi Kristen (Kis. 6:7; 15:5). Hal ini membuat terjadi konflik dan jarak kultural antara Gereja induk di Yerusalem dan Gereja Antiokhia di Syria semakin melebar, bahkan nyaris terjadi skisma diantara kedua Gereja ini jika tidak diadakan Konsili Apostolik di Yerusalem pada tahun 49 (Kisah 15).
 
Konsili Yerusalem memutuskan, kaum Kristen Yahudi tetap mewajibkan sunat dan mentaati syari’at Taurat, tetapi tidak boleh memaksakan tuntutan yang sama bagi kaum Kristen non-Yahudi, dan sebaliknya menuntut kaum Kristen non-Yahudi agar memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada keberatan-keberatan Kristen Yahudi, demi persatuan antara kedua gereja ini. Namun demikian keputusan Konsili Yerusalem dalam mengijinkan pelaksanaan syari’ah Taurat pada Gereja Kristen Yerusalem, tidak membebaskan kaum Kristen Yahudi ini dari kecurigaan tidak loyal kepada harapan nasional Yahudi. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa dibunuhnya Ya’qub Asy Syidiq (Yakobus yang Benar), Sang Rasul dan saudara Yesus, uskup pertama Gereja Yerusalem ”menurut hukum Yahudi” atas bantuan imam besar Ananias pada tahun 62. Menurut Flavius Josephus (37 – kira-kira 100 AD), ahli sejarah Yahudi, imam besar Ananias memerintahkan agar Ya’qub dihukum mati dengan dirajam batu. Namun Hegesippus, penulis Kristen awal, mengutip ahli sejarah abad ke-3 Eusebius, berkata bahwa Ya’qub dilemparkan dari menara Bait Allah. Versi tentang kematiannya lebih lanjut menyatakan bahwa ia tidak mati setelah dijatuhkan, jadi kepalanya dipukul dengan pentung yang lebih padat, yang mungkin adalah pentung yang digunakan untuk memukul pakaian, atau pukul besi yang digunakan oleh tukang besi. Suksesi Apostolika episkop berikutnya kemudian digantikan oleh Simeon I (Simon bin Kleopas) (62 – 107), yang masih saudara sepupu Yesus juga. Suksesi Rasuliyah berikutnya adalah Yustus I (107 – 113), yang juga adalah sepupu Yesus, dan seterusnya.
 
Beberapa tahun kemudian, yaitu ketika pecah perang dengan Kekaisaran Romawi, Gereja Yerusalem dari kaum Kristen Yahudi ini berakhir. Menurut sejarahwan gereja, Eusebius, pada tahun 70 A.D. sebelum Yerusalem digempur oleh tentara Romawi di bawah pimpinan panglima Titus, banyak orang Kristen Yahudi ini secara berbondong-bondong meninggalkan Yerusalem, menyeberangi sungai Yordan dan bermukim di Decapolis (Pella) di Transyordan, di seberang Yordan. Mereka melarikan diri ke Pella, Perea (yang adalah timur laut dari Yerusalem, sebuah kota kecil yang kini dikenal dengan sebutan Arab: Fahil, terletak di sebelah tenggara Jebel Abu el-Khan, Yordania), dan akhirnya menyebar ke luar ke Berea dan Bashanitis (Cocabe), di mana mereka menetap secara permanen.
 
Selanjutnya fakta sejarah mencatat, dari Gereja Nasrani di Yerusalem ini, beberapa puluh tahun setelah hijrahnya mereka ke Pella di Transyordan, lahirlah kelompok sempalan Kristen Yahudi legalis lainnya. Kelompok bid’ah baru ini menyebut diri mereka sebagai kaum Ebionit (Ibrani : Ebyonim ; Arami : Ebyonayya). Jika kaum Nasrani setia memelihara Taurat untuk diri mereka sendiri dan bersikap toleran terhadap kaum Kristen non-Yahudi, maka golongan Ebionit mewarisi pandangan Yahudi yang sangat keras tentang syari’at Taurat. Karena itu kelompok Ebionit juga menolak Rasul Paulus, yang mereka anggap salah karena membebaskan kaum Kristen non-Yahudi dari kewajiban melaksanakan syari’at Taurat. Sebagian dari kaum Ebyonayya ini, mungkin karena pengaruh Yahudi, akhirnya menolak kelahiran Yesus dari seorang perawan dan menyangkal keilahian Yesus Kristus, suatu aqidah yang jelas membedakannya dengan gereja Nasrani induk di Yerusalem, yang meyakini pra-eksistensi Messiah sebagai Putra Allah sendiri. Kaum Ebyonayya ini sebagian besar musnah karena sifatnya yang eksklusif dan sebagian masih bertahan sebagai minoritas-minoritas kecil, termasuk di Mekkah menjelang dan pada waktu kelahiran Islam.
 
Pada awal perkembangan kekristenan dikalangan Yahudi, masih banyak yang memelihara Taurat seperti yang dijumpai dalam persidangan di Konsili Yerusalem dan murid-murid Yakobus (Kisah 21:20), tetapi kita mengetahui bahwa kemudian mereka mengikuti ajaran Kristus melalui pengajaran Petrus dan Paulus untuk mengikuti jalan pertobatan iman kepada Tuhan Yesus Kristus dan pertolongan Roh Kudus. Jadi dapat dimaklumi kalau para orang Kristen yang masih dalam proses transisi 'Taurat menuju Injil' itu kemudian disamakan oleh para pemimpin Yahudi dan dianggap “sekte Nasrani“ juga (Kisah 24:5). Tetapi dengan berkembangnya waktu dan ajaran para rasul maka makin jelas beda antara mereka yang mengikuti “sekte Nasrani“ dengan yang mengikuti ajaran Yesus yang kemudian disebut sebagai “Kristen“ (Kisah 11:26; 26:28; 1 Petrus 4:16).
 
Dalam pengertian Yahudi, ibadat adalah mengikuti sepenuhnya ajaran Taurat Perjanjian Lama secara lahir, tetapi bagi jemaat Kristen yang mula-mula yang berada dilingkungan agama Yahudi Perjanjian Lama, sekalipun masih terlihat transisi dimana ajaran-ajaran Yahudi (Taurat) masih diikuti dengan ketat, tetapi dalam perkembangannya kita kemudian melihat bahwa sekalipun semula orang-orang Yahudi Kristen masih menjalankan Taurat Perjanjian Lama dengan beribadat di Baitul Maqdis (Bait Allah ; bhs. Ibrani: Beit HaMikdash ; בית המקדש), memberikan korban bakaran, upacara pembasuhan, sunat, memelihara sabat, perpuluhan dan lainnya), berangsur-angsur ajaran Injil Perjanjian Baru menggenapi Perjanjian Lama dengan memberi pengertian hukum Allah dengan benar yang dilandaskan 'Kasih' karena itu umat Kristen kemudian tidak lagi beribadat di bait Allah tetapi di rumah-rumah, mereka tidak lagi menjalankan 'upacara basuhan tetapi Perjamuan Kudus', mereka tidak lagi disunat melainkan bertobat (sunat hati), mereka tidak lagi memelihara Sabat melainkan berkumpul di hari pertama dalam minggu (Minggu) untuk memperingati kebangkitan Yesus, dan mereka tidak lagi melakukan perpuluhan sebagai keharusan tetapi persembahan hidup sebagai buah-buah kasih.
 
Jadi sebutan Nasrani (Nazarenes) sebenarnya adalah kata-kata ejekan orang-orang Yahudi kepada Gereja Kristen, tetapi kemudian dipakai oleh orang-orang Kristen Yahudi. Awalnya orang Yahudi menjadi mualaf Nasrani karena para Rasul yang melarikan diri dari Yerusalem karena peringatan Yesus tentang datangnya pengepungan. Di tanah pelarian itulah, mereka dan murid-murid lain mengambil nama "Jessaeans (Isaian)" dan mulai membedakan diri dari mereka. Mereka mengambil nama ini karena Isai, ayah Daud, untuk memenuhi Mazmur 132:11, atau dari nama Yesus sendiri. Hal ini sesuai dengan kesaksian St. Epiphanius yang mencatat bahwa pengikut Yesus yang mula-mula juga disebut dengan sebutan Iessaioi - Tunas Isai (Panarion 29 1, 3-9; 4,9).
 
Begitu istilah Kristen (Χριστιανός ; Khristeeanos; Christianos) diaplikasikan pada para pengikut Yesus di Antiokhia, kaum Nazorean ini membuang nama Jessaean dan Kristen, dan memakai kembali nama Nasrani (Nazarene). Pada mulanya orang-orang Nasrani (Nazarenes) ini, telah membuang segala kebiasaan agama yang bersifat syari’ah dari agama Yahudi, tetapi kemudian anak cucu mereka memegang kembali kebiasaan agama Yahudi. Sebab itu ajaran Nasrani ini hampir sama dengan Ebionit. Mereka memegang Taurat Musa dan segala tata ibadah orang Yahudi, seperti sunat, hari Sabat, menolak keputusan Konsili Yerusalem yang terdapat dalam Kisah Para Rasul 15:1-21. Mereka mengakui Yesus sebagai Anak Allah, dilahirkan oleh anak dara Maria, menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, mati dan dikuburkan, pada hari yang ketiga bangkit dari kematian. Mereka menerima Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah, tetapi menolak sifat ilahi Yesus Kristus. Mereka menitik beratkan tata-cara ibadah yang bersifat tradisi dan lahiriah saja.
 
Kaum Nazarenes/Nasrani ini dengan giat menyebarkan ajarannya di Gereja-Gereja sekitar Pella, meskipun pengaruh mereka tidak begitu besar untuk Gereja Mula-mula, tapi ajaran mereka dapat bertahan sampai pada abad IV. Ada bukti yang kuat bahwa beberapa kaum Nasrani dari Gereja Yerusalem ini bergabung ke Gereja Orthodox Syria, selain ada juga yang bersinkretisasi dengan sekte Gnostik Manichean di Mandae, Syria dan ada juga yang menyebar ke tanah Arab, yaitu kaum Nasrani Ebyonayya.
 
Meskipun mereka telah membedakan diri dari orang-orang Kristen, dan meneruskan praktek Yahudi mereka, mereka dianiaya oleh orang-orang Yahudi karena mereka percaya kepada Yesus. St. Epiphanius dari Salamis menulis:

"Namun sejauh ini sangat banyak musuh-musuh orang Yahudi. Tidak hanya orang Yahudi memiliki kebencian di antara mereka; mereka bahkan berdiri pada waktu fajar, pada tengah hari, dan menjelang malam, tiga kali sehari ketika mereka membacakan doa-doa mereka di sinagoga, membacakan kutukan dan meng-anathema mereka. Tiga kali sehari mereka berkata, 'Allah mengutuk Nazoraeans (Nasrani)’. Karena mereka menaruh dendam tambahan terhadap mereka, yaitu karena meskipun mereka Yahudi, mereka memberitakan bahwa Yesus adalah Kristus - kebalikan dari mereka yang masih orang-orang Yahudi penganut agama Yudaisme, karena mereka tidak menerima Yesus ".

Pada versi tertua dari Shmoneh ’Esre (bhs. Ibrani: שמנה עשרה, ”Doa Delapan Belas”) yang juga dinamakan Amidah (bhs. Ibrani: תפילת העמידה, Tefilat HaAmidah "Doa Berdiri") yang ditetapkan atas usulan rabbi dan sang Nasi (ketua) sanhedrin, Gamaliel II dari Yavneh (50 – 149) pada Muktamar Yahudi di Jabneh (Yavneh/Jamnia; bhs. Ibrani: יַבְנֶה‎; bhs. Arab: ياڨني‎ atau يبنة, Yibnah; bhs. Latin: Iamnia, kota Yavneh terletak di antara Jaffa dan Ashqelon, adalah pusat rohani Yahudi sejak jatuhnya Yerusalem tahun 70 M sampai dengan kira-kira tahun 135 M, terkenal dengan madrasah-madrasah para rabbinya yang termasyhurnya) tahun 80, sebagai reaksi atas atas Kekristenan setelah kehancuran Baitul Maqdis, kaum Yahudi menganathema (mengkutuk) kaum Nasrani. Kutuk ini menurut rabbi Nosson Schermann ditujukan juga bersama golongan Yahudi lain yang dianggap bid’ah, yaitu sekte Saduki, Essena dan Boethusian. Bunyi anathema Muktamar Jabneh tersebut adalah:

”Semoga orang-orang Nasrani dan kaum bid’ah dengan tiba-tiba dibinasakan dan dihapuskan dari Kitab Kehidupan”.

Atas permintaan rabbi Gamaliel II, rabbi Shmuel ha-Katan, salah seorang Yahudi Babilonia dan generasi kedua dari Tana’im (ahli-ahli Kitab), sarjana besar Kitab Talmud, Kitab Hukum dan Tradisi Yahudi, menyusun doa "Birkat ha-Minim" atau "ha-Ẓadduḳim" yaitu doa melawan kaum bid’ah dan orang Saduki (dan pengumpat (”Malsyinim”), pengadu, dan pengkhianat, kaum murtad), yang disisipkan pada Shmoneh ’Esre:

”We lam Notzrim al tehiy tiqrah, we kol ha-isye’ih kerqa’ toabed”

["Semoga tidak ada harapan ditinggalkan kepada para pengumpat (”Malsyinim”; Nasrani), dan semoga kejahatan mereka binasa pada masanya; semoga semua musuh-Mu akan segera berakhir, dan cepat Engkau mencabut dan menghancurkan yang tinggi hati dan merendahkan mereka dengan cepat pada masa sekarang. Maha Suci Engkau, O Tuhan, yang turun memukul hancur musuh-musuh dan merendahkan yang tinggi hati"]

Rabbi Nosson Schermann mengatakan bahwa kata Notsrim (Nasrani) dalam bentuk sekarang sudah diganti dengan ”Malsyinim” (pengumpat). Anathema dan doa ini tidak lagi didaraskan oleh orang Yahudi setelah perpecahan definitif kaum Nasrani dari sinagog pada abad berikutnya.

3. Pandangan dan Praktek-praktek Kaum Nasrani

3.1. Tidak menyebut diri mereka sebagai Kristen

Tetapi sekte ini sebagaimana yang sekarang aku tulis, mengabaikan nama Yesus, dan tidak menyebut diri mereka Jesseans (Isaian), memakai nama Yahudi "Nazoraeans” (Nasrani), atau istilah mereka sendiri ”Kristen” - dari nama-tempat, "Nazaret," jika engkau berkenan! (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.7.1)

3.2. Percaya Yesus adalah Mesias

Orang Nasrani...yang menerima Mesias sedemikian rupa namun tanpa meninggalkan Hukum yang lama. (Jerome, On Isaiah 8:14)

3.3. Taat pada Hukum Taurat

Mereka tidak setuju dengan orang Yahudi karena mereka telah datang kepada iman di dalam Kristus; tapi karena mereka masih terbelenggu oleh Hukum - sunat, hari Sabat, dan lainnya - mereka tidak selaras dan sama dengan orang-orang Kristen. (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.7.4)

3.4. Menggunakan baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Mereka menggunakan tidak hanya Perjanjian Baru namun juga Perjanjian Lama, seperti orang Yahudi lakukan. (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.7.2)

3.5. Menggunakan teks-teks sumber Perjanjian Baru Ibrani dan Aram

Mereka memiliki Injil menurut Matius dalam keseluruhannya dalam bahasa Ibrani. Untuk itu jelas bahwa mereka masih melestarikan ini, dalam abjad Ibrani, seperti yang awalnya ditulis. (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.9.4)

Dan ia [Heggesippus orang Nasrani] mengutip beberapa bagian dari Injil menurut orang Ibrani dan dari Syria [Aram], dan beberapa istilah khusus dari bahasa Ibrani, menunjukkan bahwa ia seorang mualaf dari Ibrani, dan ia menyebutkan hal-hal lain sebagai diambil dari tradisi lisan orang-orang Yahudi. (Eusebius dari Caesarea, Ecclesiastical History 4,22)

3.6. Percaya Yesus adalah Anak Allah

Matius, juga disebut Lewi, Rasul dan pemungut cukai, menyusun Injil Kristus yang pertama kali diterbitkan di Yudea dalam bahasa Ibrani untuk orang-orang bersunat yang percaya, tetapi Injil ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh penulis yang tidak jelas. Injil bahasa Ibrani itu sendiri telah dipelihara hingga hari ini di perpustakaan di Kaisarea yang dikumpulkan dengan rajin oleh Pamphilus. Saya juga berkesempatan memiliki sejumlah volume yang dijelaskan kepada saya oleh orang Nasrani dari Berea, kota di Suriah (Syria), yang menggunakannya. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa dimanapun Penginjil, apakah perbendaharaannya sendiri atau dalam diri Tuhan kita sebagai Juruselamat mengutip kesaksian Perjanjian Lama ia tidak mengikuti otoritas dari para penerjemah Septuaginta tetapi Ibrani. Oleh karena itu ada dua bentuk "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku," dan "karena Ia akan disebut Orang Nazaret." (Jerome, Lives of Illustrius Men Ch.3)

Mereka tidak memiliki ide yang berbeda, tetapi mengakui semuanya sama persis dengan pernyataan Hukum itu dan dalam kebiasaan Yahudi - kecuali untuk kepercayaan mereka dalam Kristus! Sebab mereka (Nasrani dan Kristen) mengakui kebangkitan orang mati dan penciptaan ilahi dalam segala sesuatu, dan menyatakan bahwa Allah adalah satu, dan bahwa Putra adalah Yesus Kristus. (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.7.2)

Adalah menarik untuk dicatat apa keyakinan Epiphanius, pertentangan antara orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena orang-orang Yahudi secara keseluruhan, tidak termasuk orang-orang Saduki, menegaskan kebangkitan orang mati dan penciptaan ilahi segala sesuatu. Hal ini cukup mungkin bahwa perbedaan antara mereka adalah keyakinan mereka bahwa Yesus menjadi satu-satunya yang membangkitkan orang mati (lihat Yohanes 6:40,44,54) dan menciptakan segala sesuatu (lihat Kolose 1:15-16), jadi menyebutNya Ilahi sekaligus Anak Allah.

3.7. Percaya pada Kelahiran Perawan

Pengikut sekte ini dikenal luas sebagai kaum Nasrani, mereka percaya bahwa Mesias, Anak Allah, lahir dari perawan Maria, dan mereka berkata bahwa Ia yang menderita di bawah Pontius Pilatus, dan bangkit lagi, adalah orang yang sama seperti yang kita percayai. (Jerome, Jerome 75 Surat kepada Agustinus)

3.8. Frekuensi Paskah

Dia [Philo dari Alexandria] tiba saat Paskah dan mengamati kebiasaan mereka, dan bagaimana beberapa dari mereka terus memelihara pekan kudus dari Paskah (hanya) setelah penundaan itu, tetapi yang lain dengan makan setiap hari - meskipun orang lain, memang, makan setiap malam. (Epiphanius dari Salamis, Panarion 29.5.1)

4. Perkembangan Sejarah dan Pandangan Patristik untuk "Nasrani"

Tahun 30 AD - 325 AD

Dalam bahasa Ibrani, tampaknya bahwa selama bertahun-tahun istilah "Nasrani" dapat merujuk kepada baik Yahudi atau non-Yahudi yang percaya pada Mesias. Ini juga telah digunakan untuk keduanya dalam bahasa Yunani. "Kanon Gereja dari Alexandria" (abad ke 2-3 M) menggunakan istilah “Nasrani” untuk merujuk kepada non-Yahudi yang beriman kepada Mesias. Dalam "Kanon Gereja dari Alexandria" (abad ke-2 - 3 M), kanon ke-10 juga disebut "Untuk mereka yang ingin untuk menjadi Nasrani" dan konteksnya dengan jelas termasuk bangsa-bangsa lain non-Yahudi, dan dengan demikian mewakili tempat lain dimana istilah "Nasrani" tidak harus merujuk kepada kaum Yahudi yang percaya pada Mesias, tetapi dapat merujuk kepada kaum non-Yahudi. Catatan-catatan sejarah kuno lain: St. Irenaeus (±130-202), St. Klement dari Alexandria (wafat 215) dan St. Epiphanius (wafat 403) menjelaskan bahwa orang-orang Nasrani membaca Injil menurut orang-orang Ibrani, yang kemungkinan adalah ”kumpulan leksionari dari Injil Matius dalam bahasa Ibrani/Aram, yang disana-sini dibubuhi dengan corak penghayatan iman komunitas mereka.

Setelah Tahun 325 Masehi

Barulah setelah masa Konstantinus Agung (27 Februari 272 – 22 Mei 337) maka kita menemukan catatan tentang frase "Nasrani" digunakan untuk merujuk kepada kaum Kristen Yahudi atau lebih umum untuk orang Yahudi yang percaya dalam catatan sejarah setelah Kisah Para Rasul. St. Epiphanius, sejarawan dan Bapa Gereja pada abad keempat, mencatat ada tujuh sekte, yaitu Saduki, ahli Taurat, orang Farisi, Hemerobaptis, Ossaean, Nazaraean (Nasrani) dan Herodian. Istilah "Nasrani" digunakan oleh Jerome dan Epiphanius untuk membedakan cabang bersaing orang Yahudi yang percaya di dalam sang Mesias. Jerome (abad ke-4 Masehi, Surat 79) dan Epiphanius (sekitar 370 AD, Panarion 29) keduanya menggambarkan dua kelompok orang Yahudi yang percaya di dalam sang Mesias:

1 . Nasrani - yang menerima Ketuhanan dari Yesus, kelahiranNya dari sang perawan, dan semua 27 kitab Perjanjian Baru.
 
2 . Ebionit - yang menerima Yesus sebagai Mesias, tetapi bukan sebagai Tuhan, dan menolak tulisan-tulisan Paulus.

St. Jerome (St. Hieronimus) dan St. Epiphanius, keduanya menulis bagaimana sekte Nasrani ada dalam masa mereka hidup, pada akhir abad keempat. Namun, sedikit yang tahu bagaimana sekte ini menghilang. St. Hieronimus mengisahkan pertemuannya dengan seorang Nasrani yang membaca Injil berbahasa Ibrani/Aram di Beroea, sebuah kota di Syria. Kota Beroea sekarang dikenal dengan sebutan Arab sebagai Halab (yang waktu itu menjadi nama lain dari kota Aleppo).
 
Tentang bid’ah Nasrani ini, Bapa Gereja St. Epiphanius dari Salamis dan Metropolitan Siprus (sekitar 310/320 – 403) mengatakan ini:

”Namun sekte ini…tidak menyebut diri mereka sendiri sebagai Kristen, melainkan ”Nasrani”…akan tetapi, mereka seutuhnya adalah orang-orang Yahudi. Mereka tidak hanya menggunakan Kitab Perjanjian Baru namun juga Kitab Perjanjian Lama sebagaimana mestinya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi…Mereka tidak memiliki pemikiran yang berbeda namun mengakui segala sesuatu secara jelas sebagaimana Hukum agama menerangkannya dan dalam pola pikir Yahudi - terkecuali kepercayaan mereka terhadap Mesias, jika engkau berkenan! Sebab mereka mengakui baik kebangkitan orang mati maupun penciptaan ilahi segala sesuatu, serta keesaan Allah dan Putra-NyaYesus Kristus. Mereka dilatih untuk teliti hal sekecil-kecilnya dalam bahasa Ibrani. Bagi mereka, baik Taurat, Kitab Para Nabi dan Tulisan hikmat dibaca dalam bahasa Ibrani sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada umumnya. Mereka berbeda dengan orang-orang Yahudi maupun dengan orang-orang Kristen, hanya dalam cara pelaksanaanya saja. Mereka tidak sependapat dengan orang Yahudi dikarenakan mereka beriman pada Kristus; namun dikarenakan mereka tetap mengikatkan dirinya melalui Taurat – sunat, Sabat dan hari perhentian – mereka tidak termasuk dalam Kristen…mereka adalah orang-orang Yahudi…Mereka memiliki Kitab Injil Kabar Baik menurut Matius yang keseluruhannya berbahasa Ibrani. Hal ini jelas bahwa mereka memelihara kitab ini, dalam aksara Ibrani sebagaimana ditulis sejak semula”.(Epiphanius; Panarion 29)

Dari deskripsi Epiphanius, yang diberikan dalam abad keempat Masehi ketika kaum Nasrani sudah ada selama beberapa ratus tahun, maka dapat ditentukan bahwa kaum Nasrani itu sangat bergantung pada dunia Yahudi dan tradisi-tradisinya. Pada abad ke-4 Bapa Gereja Latin St. Jerome dari Stridonium atau dikenal juga sebagai St. Hieronimus (kira-kira 347 – 30 September 420) juga merujuk kepada orang-orang Nasrani sebagai "... yang menerima Mesias sedemikian rupa sehingga mereka tidak berhenti untuk mengamati Hukum lama (Taurat)”. Dalam Epistle 79-nya, kepada Agustinus, ia berkata:

"Apa yang harus saya katakan dari kaum Ebionit yang berpura-pura menjadi orang Kristen? Sampai saat ini masih ada di antara orang Yahudi di seluruh sinagoga (rumah-rumah ibadat Yahudi) dari Timur, kesesatan yang disebut bahwa dari Minæans [berasal dari bahasa Ibrani “minim”; yaitu istilah khusus rabinik untuk heretik (ajaran sesat), terutama orang Kristen yang mengikuti tradisi Yahudi (orang Yahudi Kristen, baik Nasrani atau Ebionit) atau perpecahan agama karena roh melanggar hukum], dan yang masih dikutuk oleh orang-orang Farisi; [pengikutnya] yang biasanya disebut 'Nasrani'; mereka percaya bahwa Kristus, Anak Allah, dilahirkan oleh Perawan Maria, dan mereka berpegang bahwa Dia yang menjadi orang yang menderita di bawah Pontius Pilatus dan naik ke surga, dan kepada siapa kita juga percaya. Tetapi sementara mereka berlaku menjadi orang Yahudi dan Kristen, mereka tidak".

Jerome melihat perbedaan antara Nasrani dan Ebionit, sekte Yahudi yang berbeda, tetapi tidak berkomentar apakah orang Yahudi Nasrani (Nazarene) menganggap diri mereka sebagai "Kristen" atau tidak atau bagaimana mereka memandang diri mereka sebagai sepatutnya ke dalam deskripsi yang ia gunakan. Kritiknya terhadap orang Nasrani adalah terlihat lebih langsung dan kritis daripada Epiphanius.
 
Sedangkan berikut ini adalah sebuah Kredo Gereja di Konstantinopel pada periode yang sama:

"Aku meninggalkan semua adat istiadat, upacara, legalisme, roti tidak beragi dan pengorbanan anak domba dari kaum Ibrani (Yahudi), dan semua perayaan lain Ibrani, pengorbanan, doa-doa, kata-kata kutuk, pemurnian, pengucian dan pendamaian-pendamaian dan puasa Yahudi, dan bulan-bulan baru, dan Sabat, dan takhayul, dan pujian dan nyanyian dan peringatan dan sinagoga-sinagoga, dan makanan dan minuman dari Yahudi; dalam satu kata, aku meninggalkan segala sesuatu yang Yahudi, setiap hukum, ritual dan kebiasaan dan jika setelah itu aku akan ingin menolak dan kembali ke takhayul Yahudi, atau akan ditemukan makan dengan orang-orang Yahudi, atau berpesta dengan mereka, atau diam-diam bercakap-cakap dan mengutuk agama Kristen bahkan secara terbuka menyangkal mereka dan mengutuk iman mereka dengan sia-sia, kemudian membiarkan Gehazi memecah-belah, maka hukuman sah yang diakui dapat dijatuhkan padaku. Dan aku akan dilaknat (anathema) di dunia yang akan datang, dan mungkin jiwaku akan diserahkan dengan setan dan iblis-iblis."

Abad Pertengahan dan Abad-abad Berikutnya

Pada abad pertengahan dan abad-abad berikutnya istilah "Nasrani" selanjutnya digunakan untuk bangsa non-Yahudi yang menjadi Kristen dibeberapa bagian dunia, termasuk Israel, Arab Saudi, dan mungkin di tempat lain. Tapi tampaknya terputus penggunaannya pada bahasa-bahasa Eropa sebagai sebuah istilah untuk orang Kristen non-Yahudi dan digunakan sebagian besar untuk orang Yahudi yang percaya di dalam Sang Mesias (Kristen Yahudi) dalam kebanyakan bahasa-bahasa Eropa. Jacobus de Voragine (1230-1298) menggambarkan Yakobus sebagai "Nasrani" dalam The Golden Legend, vol 7. St. Thomas Aquinas (1225-1274) mengutip St. Agustinus dari Hippo (lahir 13 November 354 – meninggal 28 Agustus 430 pada umur 75 tahun) yang diberi sebuah kitab apokrif berjudul Hieremias oleh seorang "Yahudi dari sekte Nasrani" dalam Catena Aurea - Injil Matius, bab 27. Jadi, terminologi ini tampaknya telah ditetapkan setidaknya melewati abad ke-13 dalam diskusi-diskusi di Eropa dan tetap digunakan untuk orang Kristen non-Yahudi dalam bahasa Ibrani, Arab, dan beberapa bahasa-bahasa lain, bahkan sampai hari ini.

5. Gerakan Nasrani Modern: Neo-Nazarene atau Neo-Nasrani

Gerakan Nasrani Modern, yaitu gerakan Neo-Nazarene atau Neo-Nasrani dikenal sebagai gerakan Yehudim Meshiachim; Yehudim Meshihi'im (bhs. Ibrani modern: יהודים משיחיים); gerakan Yahudi Mesianik (Messianic Jew Movement) atau gerakan Mesianik Yudaisme (Messianic Judaism Movement). Gerakan Yahudi Mesianik percaya bahwa mereka adalah para pengikut pertama Yesus dari Nazaret yang disebut Nasrani (dalam bahasa Ibrani, Notzrim; "נוצרים") atau "Pengikut Jalan". Mereka adalah sebuah sekte Kristen modern.
 
Dimulai pada abad kesembilan belas, sejumlah gerakan modern telah menghidupkan kembali istilah "Nasrani (Nazarene)" di kalangan masyarakat berbahasa Inggris, biasanya untuk alasan berikut:

• Untuk menolak Kekristenan modern, yang menurut gerakan Nasrani modern ini telah disesatkan dari "normatif" Yudaisme oleh Rasul Paulus dari Tarsus.

• Untuk mengklaim dasar Taurat yang autentik dan struktur Yahudi dalam keyakinan-di mana kadang-kadang beberapa bagian Kitab Suci ditolak dan ada pula yang lebih ditekankan dalam jalan "non-normatif".

• Karena keyakinan bahwa istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan baik Yahudi dan Non-Yahudi yang percaya pada Yesus di zaman dahulu, meskipun mereka percaya bahwa mereka berada dalam kesatuan dengan iman Kristen modern.

Gerakan Nasrani Modern ini dimulai ketika sejumlah 40 orang Yahudi Kristen di Inggris pada tahun 1813 mendirikan perkumpulan dengan nama Benei Avraham (Anak-anak Abraham). Kemudian warisan keyahudian, kesaksian dan kepercayaan mereka dipersatukan dalam organisasi bernama Hebrew Christian Alliance (Aliansi Kristen Yahudi) oleh Dr. C. Schwartz dari Trinity Chapel. Mesianik Yudaisme Modern didirikan pada tahun 1960. Diakhir tahun 1993 ada 165 denominasi perkumpulan Yahudi Mesianik di seluruh dunia dan berbagai pelayanan dan persekutuan Yahudi. Banyak dari perkumpulan Yahudi Mesianik bergabung menjadi asosiasi yang besar. Diantaranya berbagai asosiasi tersebut antara lain the Union of Messianic Jewish Conggregations, the Canadian Fellowship of Messianic Jewish Conggregations and Ministries, the Southern Baptist Messianic Fellowship, dan lain-lain.
 
Mesianik Yudaisme adalah istilah yang dipergunakan untuk merumuskan bentuk dari gaya hidup dan penyembahan yang mengekspresikan secara utuh dengan kebiasaan dan tradisi Yahudi yang menurut mereka juga dianut Yesus dari Nazaret yaitu Mesias yang dijanjikan dalam Kitab Suci Yahudi. Pada saat yang sama, Gerakan Mesianik Yudaisme ini memegang secara mengesankan bahwa dirinya adalah bagian dari tubuh universal Mesias, yaitu Gereja, namun mengklaim berhak untuk mengekspresikan dirinya sendiri, baik dalam kehidupan sehari-hari dan tata cara penyembahan (ibadah), dalam hal mana cocok dengan warisan Yahudi. Mereka memelihara semua hari-hari raya firmaniah, seperti Hari Raya Pesakh (Paskah), Hari Raya Syawu’ot (Pentakosta), Hari Raya Sukot (Pondok Daun), Hari Raya Purim (Pesta Undi-undian), Hari Raya Rosh Hashanah (Tahun Baru) dan Hari Raya Yom Kippur (Hari Penerimaan Tobat), dan lain-lain. Karakteristik lain dari gerakan ini adalah mengasihi dan mendukung negara Israel.
 
Ada banyak kasus orang-orang Yahudi yang percaya pada Mesias dan tetap setia memelihara tradisi sebagai orang Yahudi namun tetap secara formal tergabung dengan gereja-gereja tradisional. Perkumpulan Mesianik Yahudi biasanya disebut ”Sinagog Mesianik Yahudi”, memiliki karakteristik khas sebagai berikut: beribadah pada hari Sabat, musik dan tarian Davidic dan masih banyak tradisi Yahudi lainnya.
 
Dalam bahasa kontemporer Yahudi orang Israel saat ini, istilah "Notzri" (נוצרי), "notsrim" atau "netzerim" - kemungkinan akan berasal dari atau terkait dengan "Nazarene" (“Nasrani”) - adalah kata umum untuk "Kristen".Istilah "Nasrani" digunakan di Israel hari ini untuk merujuk kepada orang Kristen non-Yahudi. Hal ini juga digunakan seperti di sebagian besar masyarakat berbahasa Arab. Istilah itu tidak digunakan terlalu banyak untuk merujuk kepada orang Yahudi yang percaya pada Mesias dan istilah "Yehudim Meshiachim" atau "Yahudi Mesianik" digunakan lebih sering di Israel sebagai gantinya. Mengapa? Tidak ada catatan bahwa non-Yahudi yang percaya pada Mesias pernah disebut Yahudi Nasrani dengan istilah "Nasrani". Catatan sejarah menunjukkan bahwa Gereja menggunakan istilah ini dan ini dilakukan oleh Gereja untuk membedakan antara Yahudi Nasrani dan Yahudi Ebionite. Yahudi Mesianik di Israel hari ini merasa perlu untuk membedakan diri mereka baik dari orang Yahudi Ortodoks (agama Yudaisme) dan juga dari Kristen non-Yahudi. Istilah "Yahudi Mesianik" melakukan pekerjaan itu yang lebih baik daripada istilah "Nasrani" karena orang Kristen non-Yahudi disebut "Nasrani", jadi istilah "Nasrani" tidak akan membedakan mereka dari Kristen non-Yahudi, melainkan mengasosiasikan sangat kuat mereka dengan orang Kristen non-Yahudi. Tapi mereka juga ingin membedakan diri dari Yahudi Ortodoks (kaum Yahudi pemeluk agama Yudaisme), sehingga mereka menyebut diri mereka "Yahudi Mesianik" sebagai gantinya. Sedangkan secara literal, Kristen berarti "pengikut Kristus" atau "pengikut Mesias" (Mesianik), sehingga sekte Nasrani boleh juga disebut sebagai Yahudi Mesianik, untuk membedakannya dengan Yahudi Rabbinik (agama Yahudi modern).
 
Walaupun Gerakan Nasrani Modern ini mengklaim sebagai berasal dari Gereja dari Kekristenan Yahudi di Yerusalem, namun gerakan ini terputus dari rantai Suksesi Apostolik (Successio Apostolica) dengan Rasul St. Yakobus yang Benar, Uskup pertama Yerusalem. Suksesi Apostolik adalah doktrin dalam Gereja Orthodox dan Gereja-Gereja Purba yang berasal dari jaman para Rasul, bahwa suksesi para uskup, yang tak pernah terputus, secara historis dapat ditelusuri kembali sampai pada Keduabelas Rasul mula-mula. Suksesi apostolik adalah salah satu dari empat unsur yang membentuk ”Gereja Yesus Kristus yang sejati" dan melegitimasi jabatan-jabatan sakramental yang ada, karena suksesi apostolik dipandang perlu dimiliki oleh seorang uskup guna melaksanakan penahbisan (yang sahih) imam, diakon, dan uskup lain. Juga, walaupun Gerakan Neo-Nasrani berusaha memelihara secara utuh warisan dan tradisi Yudaisme dan Tradisi Rabbinik, tetapi mereka tidak memelihara Paradosis Kudus (Tradisi Kudus) para Rasul, sebagaimana kebiasaan Gereja Orthodox yang merupakan kesinambungan tanpa putus dari Gereja Perjanjian Baru dan Gereja Purba itu sendiri. Paradosis Kudus (Tradisi Kudus) adalah ‘penerus-sampaian’ atau ‘pengoper-alihan’ dari satu orang ke orang berikutnya secara mata-rantai dan dari satu generasi ke generasi berikutnya, berita atau ‘Kerygma’ dari para Rasul kepada Gereja.

6. Sekte Nasrani (Nashara; Nazôraios) bukan Kristen (Khristeeanos; Masihi)

Di semua negara-negara Arab, kaum Kristen disebut "Nashara" "نصارى" (Jamak dari Nasrani نصراني). Istilah "Nashara" digunakan berkali-kali dalam Al Qur'an ketika mengacu kepada orang Kristen. Contoh, Surat Al Baqarah (Ayat No 113) mengatakan:

Orang-orang Yahudi berkata: "Al-Nashara (Kristen) telah sia-sia (untuk berdiri) di atas;" dan Al-Nashara (Kristen) berkata: "Orang-orang Yahudi telah sia-sia (Untuk berdiri) di atas." Namun mereka (mengaku) mempelajari Kitab (sama). Seperti kepada kata-kata mereka adalah apa yang dikatakan orang-orang yang tidak mengetahui, tetapi Allah akan mengadili di antara mereka dalam pertengkaran mereka pada hari kiamat. (Al-Qur'an Terjemahan Yusuf Ali, Al-Baqarah 2:113)

“dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya”. (Al Qur’an in Word; Al-Baqarah 113)

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat imam-imam dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (Al Qur’an Terjemahan Mohammed Marmaduke Pickthall; Sura Al Maa-idah 5:82)

Dalam Al-Quran pengikut Yesus disebut sebagai “Nasrani” (”Nashara”, Sura.5:82) Ini bisa dimaklumi mengingat bahwa latar belakang Islam banyak berinteraksi dengan agama Yahudi (terutama di Medinah) dan menggunakan julukan orang Yahudi kepada orang Kristen sebagai julukan mereka juga. Orang Yahudi tidak menerima “Yesus sebagai Kristus” (Mesias) itulah sebabnya label Nasrani yang mereka pakai. Sebenarnya Al-Quran sudah menggunakan nama “Al-Masihi” (QS 4:157) yang artinya ”Messiah” untuk menyebut Yesus (Isa), sedangkan pengikut Yesus disebut sebagai ”Masihi” (bhs. Arab: مسيحي). Penggunaan nama ini menurut Ensiklopedia Islam disebut disebarluaskan oleh misionaris Kristen menggantikan istilah ”Nasrani” (Nashara, QS.5:82) (lihat Cyril Glasse, dibawah kata ”Masihi”).
 
Dalam budaya berbahasa Arab, dua kata yang umum digunakan bagi orang Kristen: Nasrani (نصراني) secara umum dipahami sebagai berasal dari kata Nazaret melalui bahasa Syria (Aram); dan Masihi (مسيحي) berarti pengikut Mesias. Dimana ada perbedaan, Nasrani merujuk kepada orang-orang dari budaya Kristen dan Masihi artinya siapa saja dengan iman religius dalam Yesus. Di beberapa negara negara Arab dan negara Islam, kata Nasrani cenderung digunakan secara umum untuk orang kulit putih non-muslim. Tetapi ada juga negara-negara Arab, maupun Gerakan Perlawanan Islam yang menyebut kaum Kristen sebagai kaum Masihi, sebagai contoh adalah di Pakistan dan Palestina. Khaled Ahmed menulis, bahwa banyak penerbitan di Pakistan mengadopsi kata Masihi dalam menghormati perasaan komunitas Kristen di Pakistan. Kata Arab lainnya kadang-kadang digunakan untuk orang Kristen, khususnya dalam konteks politik adalah kata Salibi, seperti dalam Piagam Hamas (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah) (bahasa Arab:حركة المقاومة الاسلامية , secara harfiah "Gerakan Pertahanan Islam" dan kata Arab untuk 'ketekunan'), yaitu sebuah gerakan dan partai politik Palestina berhaluan Islamis, dalam bab empat, bagian B tentang Gerakan Nasional di Arena Palestina, pasal 25 dikatakan kata Salib mengacu pada Tentara Salib, yaitu Kristen Barat dan mempunyai konotasi negatif, tidak seperti istilah Masihi atau Nasrani, sebagai referensi untuk orang Kristen sebagai agama minoritas. .
 
Catatan pertama penggunaan istilah "Kristen" ditemukan dalam Perjanjian Baru, dalam Kisah 11:26, yang menyatakan "... di Antiokhia murid-murid pertama disebut orang Kristen (bhs. Yunani: Χριστιανός; Khristeeanos; Christianos)". Penyebutan kedua dari istilah Kristen terdapat dalam Kisah 26:28, di mana Herodes Agripa II atau Marcus Julius Agrippa (27/28 AD), raja ketujuh dan terakhir dari keluarga Herodes Agung, menjawab Rasul Paulus, "Apakah engkau berpikir bahwa dalam waktu sesingkat itu engkau dapat membujuk aku untuk menjadi seorang Kristen (Χριστιανός; Khristeeanos; Christianos)?". Referensi Ketiga dan terakhir dari Kitab Perjanjian Baru untuk istilah ini terdapat dalam 1 Petrus 4:16, yang mendorong orang-orang percaya, ”…, jika ia menderita sebagai orang Kristen (Χριστιανός; Khristeeanos; Christianos), maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu".

* Kisah Para Rasul 11:26

Alkitab ITB : Indonesia Terjemahan Baru:

”... Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen(Khristeeanos; Christianos)”. (Kis. 11:26)

GNT – BYZ + : Robinson/Pierpont Byzantine Greek New Testament w/Strong’s Numbers:

“… εν αντιοχεια τους μαθητας χριστιανους “
[ ”… en Antiocheia tois mathaytes Khristeeanos (Christianos)” ]

Latin Vulgate:
... primum Antiochiae discipuli Christiani

Kejadian paling awal istilah Kristen dalam literatur non-Kristen meliputi Flavius Josephus atau dikenal juga sebagai Yosef Ben Matityahu (37 – kira-kira 100 AD), sejarahwan Yahudi abad pertama, merujuk kepada "suku bangsa Kristen, sehingga dinamakan dari padanya”. Dan Plinius Muda atau Gaius Plinius Caecilius Secundus (61 AD - sekitar 112 AD), seorang pengacara, penulis dan hakim dari Roma Kuno dalam korespondensi dengan Kaisar Trajan atau Marcus Ulpius Nerva Traianus (18 September 53 – 8 August 117) dan Publius (atau Gaius) Cornelius Tacitus (56 –117 AD), senator dan sejarahwan Kekaisaran Romawi, dalam Annals (Latin: Annales), yang mengidentifikasikan orang-orang Kristen sebagai kambing hitam Kaisar Nero Claudius (15 Desember 37 – 9 Juni 68 AD) untuk Kebakaran Besar Roma. Jadi kata Nasrani sendiri sebetulnya tidak mengarah kepada pengikut Yesus Kristus, sebab sebelumnya pengikut Yesus disebut dengan nama ”Kristen” atau ”Kristiani” (Khristeeanos; Christianous).

Dari semua keterangan di atas maka penyebutan yang umum kita dengar “Nasrani” bagi kaum Kristiani sebenarnya “kurang tepat”, sebab Nasrani dalam ajarannya lebih menunjukkan kepada kecenderungan pada ajaran bid’ah Nasrani seperti yang diterangkan dari kesaksian para Bapa Gereja di atas, sehingga Nasrani bukanlah termasuk Gereja Kristen yang sejati, yang legitimasi dan kesahihannya dapat ditelusuri melalui Suksesi Apostolika dan Paradosis Kudus para Rasul yang diwarisi melalui penahbisan rohaniwannya sejak jaman para Rasul Yesus Kristus itu sendiri.

Referensi

1. Bambang Noorsena. Beberapa “Meeting Point” antara Kekristenan Syria dan Islam: Sebuah Perspektif Sejarah. Disajikan dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Gunung Jati. Bandung, 25 September 1999. Studia Syriaca Orthodoxia. Malang.

2. Cyrus Adler. Shemoneh ‘Esreh: The Birkat ha-Minim.http://www.jewishencyclopedia.com.

3. David Sedaca, M.A. The Rebirth Of Messianic Judaism. http://www.imja.com.

4. Drs. R.C. Musaph-Andriesse. Sastra Para Rabi Setelah Taurat.Karangan Para Rabi Dari Taurat Sampai Kabbala. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. 1991.

5. Epiphanius. Saint., Bp. Of Constantia in Cyprus. (Translated by Frank William). The Panarion Of Epiphanius Of Salamis. Book I (Sects 1-46). Nag Hammadi studies, ISSN 0169-9350; 35. Copyright 1987 and 1997 by Koninklijke, Brill, Leiden, The Netherland.

6. From Wikipedia, the free encyclopedia: Nazarene (sect), Christian, Council of Jamnia, Amidah.

7. Herlianto. Nasrani atau Kristen?. www.melsa.net.id/~yba atau www.in-christ.net/yba

8. Khaled Ahmed. Word For Word: Appropriate name Mansura.http://www.dailytimes.com.

9. Kathryn Tsai. A Timeline Of Eastern Church History. Divine Ascent Press. PO Box 563, Point Reyes Station, CA 94956. Copyright 2004.

10. Pdt. Paulus daun M.Div.,M.Th. Bidat Kristen dari Masa ke Masa. Serie Buku Teologia. 1989.

11. Rm. Arkhim. Daniel Bambang D.B. Ph.D. Sejarah Gereja I. STT. Salib Kudus. Solo. (Tahun?).

12. Society for internet research (sofir). The Hamas Charter: Analysis, Translation and Arabic Source [pg.3.4]. Posted on 22 March 2006. http://www.sofir.org/sarchives/005539.php 

13. Yohannes / Biblika. Definisi sekte Nasrani menurut kalangan Yahudi Mesianik. http://www.sarapanpagi.org.

Dikutip dari: