Jumat, 09 September 2011

Memecah Roti Dalam Pemahaman Ibrani


 

“Baruch ata Adonai, Eloheinu Melech ha’olam, hamotzi lechem, min ha aretz.”
“Diberkatilah Engkau, YHWH Elohim kami, Raja Semesta Alam, yang menghasilkan roti di bumi.”

Saat sebuah keluarga Ibrani hendak memulai makan, ucapan syukur di atas dipanjatkan selagi kepala keluarga memecah roti. Ucapan syukur di atas disebut dengan “memecah roti”. Kebiasaan “memecah roti” ini merupakan salah satu ciri khas kehidupan dari sebuah keluarga atau komunitas Ibrani.


“Memecah roti” adalah satu hal yang dilakukan hanya dalam konteks makan. Bahkan di dalam Talmud (koleksi hukum-hukum lisan Yahudi), istilah ini hanya merujuk kepada ucapan syukur sebelum makan (Mas. Berachoth 39b, Mas. Berachoth 46a, Mas. Rosh HaShana 29b, Mas. Chullin 7b). Seseorang yang memanjatkan ucapan syukur ini dikatakan sebagai orang yang “memecah roti”. Dalam setiap jamuan makan, ada satu kebiasaan untuk menyediakan roti dan anggur. Ucapan syukur atas roti dan anggur ini dilakukan ketika hendak memulai makan. Orang yang mengucapkan syukur tersebut melakukannya sambil benar-benar memecah roti. Istilah “memecah roti” juga beberapa kali ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Adalah penting untuk memahami apa artinya “memecah roti” dalam kehidupan Ibrani.

Pada zaman Yeshua, perjamuan makan dalam sebuah komunitas (communal meal) merupakan kebiasaan yang lazim, terutama di kalangan sekte Yahudi Esseni. Kaum Esseni merupakan sebuah komunitas yang memisahkan diri dari kehidupan duniawi dan memilih tinggal di daerah-daerah gurun dan gunung. Seseorang yang bergabung dengan komunitas tersebut menjual segala kepunyaannya dan membagi-bagikannya kepada sesama anggota komunitas sebab kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Dalam Kisah Para Rasul kita membaca bahwa banyak dari para pengikut Mesias yang mulai menjalankan gaya hidup Esseni, menjual segala kepunyaan mereka, saling berbagi keperluan seperti makanan dan pakaian, dan memecah roti (communal meal) dari rumah ke rumah.

“Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.”(Kisah Para Rasul 2:43-46)

Seiring dengan perjalanan agama Kristen di abad kedua sampai kelima, sebuah ritual “komuni” diperkenalkan sebagai bagian dari ibadah Kristen. Ritual ini melambangkan “pengorbanan Kristus”, dimana umat mengambil bagian atas roti dan anggur, yang mana
mewakili daging dan darah tuhan mereka.

 

Dalam Yudaisme, tidak terdapat konsep ritual “komuni” seperti itu. Tidak ada persamaan ekivalen dalam Alkitab untuk istilah-istilah semacam “Ekaristi” atau “Komuni”. Dalam sejarah kita menyaksikan justru praktek “komuni” ini sering kali menyebabkan penderitaan orang Yahudi, khususnya pada abad-abad pertengahan, dengan tuduhan yang aneh yakni mencemarkan hosti (roti yang dipakai dalam komuni). Hal ini dipicu oleh sikap orang Kristen di masa itu yang meneruskan cacian dan makian kepada orang Yahudi yang dikatakan telah membunuh Tuhan mereka dengan menuduh mereka telah mengotori daging Tuhan mereka. Tuduhan ini biasanya berlanjut menjadi pembantaian besar-besaran, yang mencapai puncaknya pada zaman Inquisisi.

Jadi, jika konsep “komuni” tidak terdapat dalam konsep Ibrani, darimana ritual gereja ini berasal?

Pada abad kedua Masehi, gereja mulai menolak segala hukum dan adat-istiadat Yahudi, dengan menyatakan bahwa Kristen bukan merupakan bagian daripada Yudaisme. Dan anehnya, ketika di satu sisi gereja meninggalkan akar Ibrani, di sisi lain gereja malah menyerap unsur-unsur paganisme yang populer dalam kerajaan Romawi. Praktek-praktek dan ritual agama Romawi dengan mudah beradaptasi untuk masuk ke dalam kekristenan. Mari kita tengok asal mula ritual “komuni” dalam agama Romawi yang berasal dari Babylonia dan Yunani:



Ritual komuni merupakan sebuah ritual yang disebut “Omophagia”. Dalam agama Yunani kuno, Dionysus (atau Bacchus dalam agama Babylonia kuno), adalah salah seorang dewa utama. Ia adalah dewa anggur. Hari kelahirannya dirayakan setiap tahun pada tanggal 25 Desember. Para penyembahnya merayakan ritual komuni mereka dengan meminum air anggur yang diperas langsung dari buahnya, serta dengan memotong seekor banteng yang melambangkan Dionysus (Sang Banteng). Dengan memakan daging banteng dan anggur yang melambangkan Dionysus ini, para penyembahnya percaya bahwa mereka menyerap kekuatan dan kehidupan Dionysus ke dalam diri mereka. Jadi untuk menjadi serupa dengan dewa, mereka harus “memakan” dan “meminum” dewa mereka.


Gereja pada abad kedua kemudian mengambil-alih ritual komuni ini dan mengadaptasikannya kepada “Yesus”. Roti dan anggur di dalam komuni, yang menjadi simbol bagi “Yesus”, benar-benar dipandang sebagai daging dan darah-Nya secara harafiah. Ini yang disebut sebagai “transubstansiasi", dan bertahan sebagai ajaran Katholik sampai hari ini.

Walaupun Gereja Protestan menolak “transubstansiasi”, mereka meneruskan ritual ini, dengan menyatakan bahwa dalam roti dan anggur itu, umat mengambil bagian secara spiritual terhadap daging dan darah Kristus.

Ada tiga doktrin ritual Komuni yang terdapat dalam kekristenan:
1. Gereja Katholik Roma mengajarkan bahwa roti dan anggur dari sakramen tersebut benar-benar menjadi daging dan darah Kristus (Transubstansiasi).
2. Gereja Lutheran mengajarkan bahwa daging dan darah Kristus dikonsumsi dalam dan bersama dengan roti dan anggur (Konsubstansiasi).
3. Gereja Kalvinis mengajarkan bahwa roti dan anggur menjadikan setiap orang yang turut di dalamnya, mengambil bagian dalam daging dan darah Kristus.

Sudah merupakan hal umum dalam gereja Protestan untuk men-spiritualisasi-kan ajaran-ajaran Katholik. Walau demikian, kepercayaannya masih serupa, bahwa baik secara harafiah maupun spiritual, dengan mengambil bagian dalam daging dan darah Tuhan, umat percaya bahwa mereka menjadi serupa dengan Tuhan.

Dalam kepercayaan Ibrani, tidak ada sama sekali ritual dimana para pengikutnya secara harafiah memakan simbol Tuhan supaya dapat “menerima-Nya”. Kita menerima Roh Kudus hanya dengan memelihara dan mematuhi perintah-perintah-Nya.

Dengan mengakui bahwa roti dan anggur di ubah menjadi Tubuh (daging) dan Darah Yeshua (1 dan 2), maka kita menjadi kanibal dan peminum darah. Bukankah ini mengerikan dan bertentangan dengan Torat dan Injil !

Lalu apakah yang dimaksud oleh Yeshua ketika Ia menggunakan simbol roti dan anggur sebagai daging dan darah-Nya ? Mari kita mulai dengan menengok perkataan Yeshua ketika mengambil bagian dalam perjamuan makan terakhir-Nya bersama-sama para murid:

Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Lukas 22:19)

Perjamuan makan tersebut adalah Perjamuan Paskah (Passover / Seder Pesakh) yang dilakukan oleh Yeshua bersama para murid (Matius 26:17-18; Markus 14:12-16; Lukas 22:13-15). Apakah roti yang diambil-Nya ketika berkata, “inilah tubuh-Ku” ? Ia mengambil Afikomen (Potongan Matzah), bukan sembarang roti, tetapi roti yang hanya dimakan dalam Perjamuan Paskah pada malam 14 Nissan. Roti ini merupakan roti tidak beragi yang melambangkan ketidak-berdosaan Mesias. Taurat dengan jelas mengajarkan bahwa kita harus mengingat penebusan kita dengan memakan roti tidak beragi pada saat hari raya Roti Tidak Beragi dan Paskah. Yeshua adalah roti tidak beragi itu. Dengan alasan itulah Ia berkata, “Perbuatlah ini (merayakan hari raya Roti Tidak Beragi dan Paskah) menjadi peringatan akan Aku (Penebusmu).”

Addendum : ROTI dan ANGGUR dalam Perjamuan Kudus Kristen

Tulisan ini ditambahkan sejalan dengan perkembangan Kristen yang akhir-akhir ini membuat plesetan yang penuh dengan intrik tipuan dengan mengadakan Perjamuan Kudus Gaya Baru yang mana dapat menyembuhkan orang sakit dan memasang tarif-tarif kusus bagi pasien yang tidak dapat menghadiri Perjamuan Kudus tersebut lalu mengadakan Perjamuan Kudus dan doa-doa di rumah si pasien seperti layaknya Seorang Pintar (Dukun) terhadap pasiennya. Manakala Yeshua mengangkat roti tidak beragi (Matzah), yang berlubang dan berbilur, Yeshua mengatakan,”INILAH TUBUHKU … INILAH DARHKU”. Perkataan ini adalah Nubuat Yeshua bahwa besok TubuhNya akan berlubang-lubang dan berbilur-bilur seperti ”roti tidak beragi” yang diangkatNya dan menumpahkan darahNya untuk menggenapi penebusan sebagai Anak Domba Pesakh.

Hosti

Sebagian lain Kristen menukarkan roti tidak beragi (Matzah) yang berlubang-lubang dan berbilur-bilur hanya dengan wafer tipis (Hosti Katolik yang berbentuk bulat lambang Dewa Matahari). MengadakanPerjamuan Kudus tiap hari / minggu / bulan. Karena tidak berakar kuat, dan melupakan/membatalkan Taurat, maka tafsir perjamuan kudus menjadi harus sesering mungkin bahkan tiap hari/minggu/bulan makan roti tidak beragi. Apa yang ditafsir / dilakukan Kristen amat bertentangan dengan akar Ibrani yang melakukannya setiap tahun sekali pada saat Seder Pesakh (Paskah) dan Hari raya Roti Tidak Beragi. Perjamuan Kudus Kristiani hanya melakukan sebagian kecil (Keriwilan) dari liturgi Perjamuan Kudus yang dilakukan Yeshua pada saat terakhir (14 Nisan) Sering kali dalam ibadah “komuni” gereja memakai roti beragi. Padahal ragi merupakan lambang dosa sedang kita tahu Mesias adalah “tanpa dosa” dan Anti-Mesias adalah “manusia pendosa”.


Jadi sebenarnya siapakah yang sedang “diperingati” dalam komuni gereja ?
Dalam 1 Korintus 10:14-22, ada dua hal yang tengah dibicarakan oleh Paulus:
1. Kekudusan Perjamuan Paskah sebagai perjamuan untuk “orang-orang yang telah ditebus” (Tubuh).
2. Pelarangan untuk mengambil bagian dalam “perjamuan berhala”.

Nampaknya jemaat Korintus menghadiri baik Perjamuan Paskah maupun perjamuan dalam perayaan-perayaan berhala. Paulus berkata bahwa menggabungkan keduanya adalah tidak dibenarkan di mata Tuhan. Dalam ayat 21 ia menulis: “Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat.” Ini merupakan masalah yang lazim terjadi di antara orang-orang percaya yang bukan Yahudi. Karena latar-belakang mereka adalah penyembah berhala maka tidaklah mudah bagi mereka untuk begitu saja meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama mereka. Paulus memandang perlu bagi komunitas Tuhan untuk “memisahkan diri”. Ayat 17, “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Tidak boleh ada percampuran di dalamnya.

Keseluruhan 1 Korintus 5 berbicara tentang Perjamuan Paskah. Paulus berkata bahwa orang-orang berdosa dilarang turut serta dalam perjamuan tersebutPaskah adalah satu-satunya hari raya Tuhan dimana hanya orang-orang yang bersunat (baca : percaya) yang boleh merayakannya (Kel 12:43-49). Jemaat Korintus mengundang semua orang, termasuk saudara dan kenalan mereka yang belum percaya, untuk datang merayakannya. Paulus menekankan bahwa mereka yang belum percaya dilarang untuk ikut serta dalam perjamuan itu sebab Perjamuan Paskah harus dirayakan tanpa “ragi” (dosa), ayat 7-8. Tetapi bukan berarti kita harus memisahkan diri dari orang-orang yang belum percaya itu setiap waktu. Paulus berkata ini diterapkan hanya dalam konteks Paskah saja, ayat 10: “Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini”…ayat 11: “dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.”

Dalam 1 Korintus 11:26-31, Paulus sekali lagi menegaskan bahwa perintah Taurat bahwa “orang-orang yang tidak disunat tidak boleh makan Paskah” harus benar-benar dicamkan. Kelihatannya perintah satu ini tidak dituruti dengan serius oleh jemaat Korintus dengan membiarkan orang-orang yang belum percaya untuk ikut serta.

Surat-surat Paulus memang banyak sekali ditujukan untuk membereskan masalah-masalah yang muncul di tengah-tengah orang percaya bukan Yahudi dalam komunitas Nasrani. Masalah pertama yang dihadapi oleh Paulus adalah orang percaya Yahudi yang masih terikat dengan aturan-aturan Farisi yang menyulitkan orang bukan Yahudi untuk menerima Mesias. Masalah kedua adalah menangani orang percaya bukan Yahudi yang sama sekali buta akan pemahaman Taurat. Dalam kasus jemaat Korintus, Paulus menginstruksikan kepada orang bukan Yahudi bagaimana hal-hal harus dilaksanakan dalam kaidah Taurat. Berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh jemaat Korintus, Perjamuan Paskah bukanlah perayaan hura-hura dimana setiap orang boleh datang dan menikmati pesta.

Jadi, ayat-ayat di atas sama sekali tidak ada relevansinya dengan ibadah “komuni”. Istilah “memecah roti” murni mengacu kepada perjamuan Ibrani, baik itu perjamuan Paskah atau perjamuan biasa.

Kembali kepada perkataan Yeshua, apakah yang Ia maksudkan ketika Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.” (Yohanes 6:53)

Dasar dari perkataan Yeshua ini terdapat di dalam literatur-literatur Kabbalah. Perlu dicamkan sebelumnya bahwa Yeshua adalah TAURAT YANG HIDUP (Yoh 1:1,14), mari kita baca kutipan berikut:

“... Taurat disematkan dalam jiwa dan pemikiran seseorang, dan diserap di dalamnya, sehingga disebut ‘roti’ dan ‘makanan’ bagi jiwa. Sebab seperti halnya roti memperkaya tubuh setelah ia diserap di dalam, yang diubah menjadi darah dan daging dari tubuh dimana seseorang hidup – begitu pula halnya dengan pengetahuan Taurat dan pemahaman terhadapnya oleh jiwa orang yang mempelajarinya dengan baik, dengan ketekunannya, sampai Taurat itu diserap oleh pemikirannya dan dipersatukan sehingga mereka menjadi satu. Ini semua menjadi makanan bagi jiwa, dan hidup yang sesungguhnya dari Sang Pemberi Hidup, En Sof (Tuhan yang kekal) yang mulia. Inilah arti dari ayat “ya Elohimku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Mazmur 40:8) (TANYA (Likutei Amarim) Ch.5 & 6)

Di dalam Taurat dikatakan: “…bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.” (Ulangan 8:3). Roti surgawi tersebut dimengerti sebagai Taurat Firman TUHAN. Pernyataan ini kembali diulangi oleh Yeshua dalam Matius 4:4b dan kemudian dalam Yoh 6:47-57 Ia menunjuk diri-Nya sebagai Taurat yang hidup: (kalimat dalam kurung sebagai penjelas)

“Akulah roti hidup (Taurat) yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini (Taurat), ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku (Yeshua adalah Taurat yang menjadi manusia), yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." … Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya (Yeshua adalah kesempurnaan Taurat), kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku (Taurat) adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku (Taurat), akan hidup oleh Aku.”

Yeshua adalah kesempurnaan kebijaksanaan, pengetahuan, dan pengertian. Ia merupakan pemahaman yang sempurna (kegenapan) Taurat. Jadi jika kita sungguh-sungguh menyerap Taurat sehingga ia mendarah-daging di dalam kita, kita akan memperoleh hidup yang kekal. Rabbi Abraham Heschel berkata dalam bukunya 'God In Search of Man': “Tujuan dari seorang manusia adalah untuk menjadi perwujudan dari Taurat; sebab Taurat harus berada di dalam manusia, dalam jiwanya dan dalam tindakannya.”

Melalui tulisan ini kita melihat betapa pentingnya untuk memahami perkataan Yeshua dan para penulis Perjanjian Baru dari perspektif Ibrani secara total. Jika kita tidak berlaku demikian, kita akan tiba pada pemahaman yang keliru atau meniadakan perkataan mereka. Sebaliknya, dengan membaca dan memahami Perjanjian Baru dalam konteks pemikiran Ibrani, baik istilah dan juga praktek, kita akan menafsirkan dengan benar, serta memenuhi apa yang diajarkan oleh Mesias dan para murid-Nya.