Kali ini akan dibahas mengenai asal akar terdalam dari ideologi Anti-Semitic (anti-Yahudi) yang menyebabkan penganiayaan jutaan orang Yahudi sepanjang zaman. Generasi modern berpikir bahwa kebencian terhadap orang Yahudi berasal dari pengajaran Islam. Tetapi jauh sebelum Islam ada, kebencian terhadap orang Yahudi sudah ada. Dari mana asalnya? Dari gereja Byzantium di abad ke-4.
Ketika masa reformasi di dalam gereja Katolik terjadi sekitar abad pertengahan, Martin Luther menjadi salah satu reformator yang sangat dihormati, yang membawa angin baru yang segar dan berbeda dari gereja induknya. Namun di tengah-tengah angin segar yang dia hembuskan, ada ANGIN KEMATIAN yang masih dia bawa-bawa. Dan ANGIN KEMATIAN itu diwarisinya dari gereja kuno di zaman Byzantium. Angin ini adalah angin Anti-Semitic, angin Anti-Yahudi, Anti-Israel. Apa yang diajarkan sejak gereja di masa Byzantium ini, diwariskan sampai dengan Martin Luther, yang akhirnya menuliskan ideologi jahat dan api kebencian tersebut ke dalam sebuah buku.
Bulan Feb 2013, di Singapore saya bertemu dengan pemimpin sebuah gerakan Kristen sedunia, yang memerangi ide-ide Anti-Semitic (anti Yahudi) di dunia dan merestorasi hubungan antara Israel dan Jerman yang rusak karena PDII. Beliau adalah orang Jerman bernama Harald Eckhart. Gerakan yang dia pimpin bernama Initiative 27 Januar. Mereka sekarang banyak membantu Israel secara keuangan, yaitu keluarga-keluarga Yahudi di Israel yang selamat dari pembunuhan massal Yahudi di PDII.
Di sana Eckhart bercerita bahwa kejahatan Jerman terhadap orang Yahudi tidak terjadi dalam waktu hanya 3.5 tahun saja. Kejahatan itu sudah mulai terpupuk dan mengkristal karena ide-ide Anti-Semitic yang berkembang di dalam Gereja sejak abad ke-2. Ide-ide kebencian ini diteruskan di dalam gereja-gereja Protestan setelah reformasi. Martin Luther sebagai salah satu tokoh reformasi ini memiliki gelora api kebencian yang sama dan sewarna.
Eckhart menjelaskan bahwa Martin Luther adalah tokoh yang banyak membentuk pola pikir gereja di Jerman sampai sekarang. Walaupun dia telah banyak memperbaiki apa yang salah di dalam kekristenan di zaman itu, dia memiliki kebutaan rohani mengenai bangsa Yahudi dan Israel. Luther adalah salah satu tokoh yang membantu terbentuknya dan berkembangnya kebencian terhadap orang Yahudi selama berabad-abad.
Bahkan di dalam bukunya, Mein Kampf, Adolf Hitler memuji Martin Luther sebagai salah satu reformator kekristenan besar yang banyak membentuk pola pikir kekristenan di Eropa. Martin Luther menjadi tokoh inspirator utama untuk semua tindakan-tindakan Adolf Hitler terhadap orang Yahudi. Malam Kristallnacht dimana pertama kali kekerasan terhadap orang Yahudi di Jerman dimulai, tidak kebetulan jatuh pada tanggal 9-10 Nov 1938. Adolf Hitler memilih tanggal itu, karena tanggal 10 Nov 1483 adalah hari lahirnya Martin Luther.
Hal ini ditulis oleh Daniel Johah Goldhagen:
One leading Protestant churchman, Bishop Martin Sasse,
published a compendium of Martin Luther's antisemitic vitriol
shortly after Kristallnacht's orgy of anti-Jewish violence.
In the foreword to the volume, he applauded the burning of the synagogues and the coincidence of the day: '
On November 10, 1938, on Luther's birthday, the synagogues are burning in Germany.'
The German people, he urged, ought to heed these words 'of the greatest antisemite of his time,
the warner of his people against the Jews.
(Sumber: Hitler's Willing Executioners; Penulis: Daniel Johah Goldhagen).
Terjemahannya adalah:
Seorang pemimpin gereja Protestan, Uskup Martin Sasse,
mempublikasikan sebuah kumpulan dari kata-kata pedas Martin Luther,
segera setelah pesta kekerasan terhadap bangsa Yahudi terjadi, yaitu “Kristallnacht”.
Di dalam Kata Pengantarnya, dia memuji pembakaran sinagoga-sinagoga dan kejadian "kebetulan" hari itu:
"Tanggal 10 Nov 1938, pada tanggal ulang tahun Luther, sinagoga-sinagoga di Jerman terbakar."
Ia mendesak bangsa Jerman,
untuk memperhatikan kata-kata tokoh Anti-Semitik terbesar di zamannya [Martin Luther],
sang pemberi peringatan bagi orang Jerman terhadap bangsa Yahudi.
(Sumber: Hitler's Willing Executioners; Penulis: Daniel Johah Goldhagen).
Di dalam bukunya yang bernada hitam kelam, On the Jews and Their Lies, tulisan-tulisan Martin Luther mencerminkan kebenciannya terhadap bangsa Yahudi dengan cara yang sangat meremehkan dan merendahkan.
Beberapa kutipan dari buku itu saya sertakan di bawah ini, dalam Bahasa Inggris sesuai dengan yang ada di buku itu, lalu saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Moreover, they are nothing but thieves and robbers
who daily eat no morsel and wear no thread of clothing
which they have not stolen and pilfered from us by means of their accursed usury.
Thus they live from day to day, together with wife and child,
by theft and robbery, as arch-thieves and robbers, in the most impenitent security.
Terjemahannya:
Selain itu, mereka [org Yahudi] hanyalah pencuri dan perampok
yang sehari-hari tidak makan sedikit pun dan tidak mengenakan benang pakaian
yang tidak mereka curi dan telah mereka curi dari kita dengan riba mereka yang terkutuk.
Jadi mereka hidup dari hari ke hari, bersama dengan istri dan anaknya,
dari pencurian dan perampokan, seperti jagoan pencuri dan perampok,
dengan kenyamanan yang tidak kenal rasa bersalah.
Nada Martin Luther yang sarkastik dan kasar:
Did I not tell you earlier that a Jew is such a noble,
precious jewel that God and all the angels dance when he farts?
Terjemahannya:
Bukankah sudah saya katakan sebelumnya bahwa seorang Yahudi itu sedemikian mulia,
dan perhiasan yang berharga, sehingga TUHAN dan semua malaikat menari ketika dia kentut?
Desakan Martin Luther untuk mengusir bangsa Yahudi dari Jerman:
...but then eject them forever from this country.
For, as we have heard, God's anger with them is so intense
that gentle mercy will only tend to make them worse and worse,
while sharp mercy will reform them but little.
Therefore, in any case, away with them!
Terjemahannya:
...tetapi setelah itu buang mereka selamanya dari negeri ini.
Karena, seperti yang sudah kita dengar, murka TUHAN kepada mereka begitu hebat
sehingga belas kasihan yang lembut akan cenderung membuat mereka semakin parah dan semakin parah lagi,
sementara belas kasihan yang keras hanya akan mengubah mereka sedikit saja.
Oleh karena itu, apapun kasusnya, singkirkan mereka!
Secara tepat, Adolf Hitler mengikuti setiap nasihat Martin Luther di bawah ini, yang masih tertulis di buku yang sama, On the Jews and Their Lies, yang dapat dibeli di Amazon.com.
Ketika masa reformasi di dalam gereja Katolik terjadi sekitar abad pertengahan, Martin Luther menjadi salah satu reformator yang sangat dihormati, yang membawa angin baru yang segar dan berbeda dari gereja induknya. Namun di tengah-tengah angin segar yang dia hembuskan, ada ANGIN KEMATIAN yang masih dia bawa-bawa. Dan ANGIN KEMATIAN itu diwarisinya dari gereja kuno di zaman Byzantium. Angin ini adalah angin Anti-Semitic, angin Anti-Yahudi, Anti-Israel. Apa yang diajarkan sejak gereja di masa Byzantium ini, diwariskan sampai dengan Martin Luther, yang akhirnya menuliskan ideologi jahat dan api kebencian tersebut ke dalam sebuah buku.
Bulan Feb 2013, di Singapore saya bertemu dengan pemimpin sebuah gerakan Kristen sedunia, yang memerangi ide-ide Anti-Semitic (anti Yahudi) di dunia dan merestorasi hubungan antara Israel dan Jerman yang rusak karena PDII. Beliau adalah orang Jerman bernama Harald Eckhart. Gerakan yang dia pimpin bernama Initiative 27 Januar. Mereka sekarang banyak membantu Israel secara keuangan, yaitu keluarga-keluarga Yahudi di Israel yang selamat dari pembunuhan massal Yahudi di PDII.
Di sana Eckhart bercerita bahwa kejahatan Jerman terhadap orang Yahudi tidak terjadi dalam waktu hanya 3.5 tahun saja. Kejahatan itu sudah mulai terpupuk dan mengkristal karena ide-ide Anti-Semitic yang berkembang di dalam Gereja sejak abad ke-2. Ide-ide kebencian ini diteruskan di dalam gereja-gereja Protestan setelah reformasi. Martin Luther sebagai salah satu tokoh reformasi ini memiliki gelora api kebencian yang sama dan sewarna.
Eckhart menjelaskan bahwa Martin Luther adalah tokoh yang banyak membentuk pola pikir gereja di Jerman sampai sekarang. Walaupun dia telah banyak memperbaiki apa yang salah di dalam kekristenan di zaman itu, dia memiliki kebutaan rohani mengenai bangsa Yahudi dan Israel. Luther adalah salah satu tokoh yang membantu terbentuknya dan berkembangnya kebencian terhadap orang Yahudi selama berabad-abad.
Bahkan di dalam bukunya, Mein Kampf, Adolf Hitler memuji Martin Luther sebagai salah satu reformator kekristenan besar yang banyak membentuk pola pikir kekristenan di Eropa. Martin Luther menjadi tokoh inspirator utama untuk semua tindakan-tindakan Adolf Hitler terhadap orang Yahudi. Malam Kristallnacht dimana pertama kali kekerasan terhadap orang Yahudi di Jerman dimulai, tidak kebetulan jatuh pada tanggal 9-10 Nov 1938. Adolf Hitler memilih tanggal itu, karena tanggal 10 Nov 1483 adalah hari lahirnya Martin Luther.
Hal ini ditulis oleh Daniel Johah Goldhagen:
One leading Protestant churchman, Bishop Martin Sasse,
published a compendium of Martin Luther's antisemitic vitriol
shortly after Kristallnacht's orgy of anti-Jewish violence.
In the foreword to the volume, he applauded the burning of the synagogues and the coincidence of the day: '
On November 10, 1938, on Luther's birthday, the synagogues are burning in Germany.'
The German people, he urged, ought to heed these words 'of the greatest antisemite of his time,
the warner of his people against the Jews.
(Sumber: Hitler's Willing Executioners; Penulis: Daniel Johah Goldhagen).
Terjemahannya adalah:
Seorang pemimpin gereja Protestan, Uskup Martin Sasse,
mempublikasikan sebuah kumpulan dari kata-kata pedas Martin Luther,
segera setelah pesta kekerasan terhadap bangsa Yahudi terjadi, yaitu “Kristallnacht”.
Di dalam Kata Pengantarnya, dia memuji pembakaran sinagoga-sinagoga dan kejadian "kebetulan" hari itu:
"Tanggal 10 Nov 1938, pada tanggal ulang tahun Luther, sinagoga-sinagoga di Jerman terbakar."
Ia mendesak bangsa Jerman,
untuk memperhatikan kata-kata tokoh Anti-Semitik terbesar di zamannya [Martin Luther],
sang pemberi peringatan bagi orang Jerman terhadap bangsa Yahudi.
(Sumber: Hitler's Willing Executioners; Penulis: Daniel Johah Goldhagen).
Di dalam bukunya yang bernada hitam kelam, On the Jews and Their Lies, tulisan-tulisan Martin Luther mencerminkan kebenciannya terhadap bangsa Yahudi dengan cara yang sangat meremehkan dan merendahkan.
Beberapa kutipan dari buku itu saya sertakan di bawah ini, dalam Bahasa Inggris sesuai dengan yang ada di buku itu, lalu saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Moreover, they are nothing but thieves and robbers
who daily eat no morsel and wear no thread of clothing
which they have not stolen and pilfered from us by means of their accursed usury.
Thus they live from day to day, together with wife and child,
by theft and robbery, as arch-thieves and robbers, in the most impenitent security.
Terjemahannya:
Selain itu, mereka [org Yahudi] hanyalah pencuri dan perampok
yang sehari-hari tidak makan sedikit pun dan tidak mengenakan benang pakaian
yang tidak mereka curi dan telah mereka curi dari kita dengan riba mereka yang terkutuk.
Jadi mereka hidup dari hari ke hari, bersama dengan istri dan anaknya,
dari pencurian dan perampokan, seperti jagoan pencuri dan perampok,
dengan kenyamanan yang tidak kenal rasa bersalah.
Nada Martin Luther yang sarkastik dan kasar:
Did I not tell you earlier that a Jew is such a noble,
precious jewel that God and all the angels dance when he farts?
Terjemahannya:
Bukankah sudah saya katakan sebelumnya bahwa seorang Yahudi itu sedemikian mulia,
dan perhiasan yang berharga, sehingga TUHAN dan semua malaikat menari ketika dia kentut?
Desakan Martin Luther untuk mengusir bangsa Yahudi dari Jerman:
...but then eject them forever from this country.
For, as we have heard, God's anger with them is so intense
that gentle mercy will only tend to make them worse and worse,
while sharp mercy will reform them but little.
Therefore, in any case, away with them!
Terjemahannya:
...tetapi setelah itu buang mereka selamanya dari negeri ini.
Karena, seperti yang sudah kita dengar, murka TUHAN kepada mereka begitu hebat
sehingga belas kasihan yang lembut akan cenderung membuat mereka semakin parah dan semakin parah lagi,
sementara belas kasihan yang keras hanya akan mengubah mereka sedikit saja.
Oleh karena itu, apapun kasusnya, singkirkan mereka!
Secara tepat, Adolf Hitler mengikuti setiap nasihat Martin Luther di bawah ini, yang masih tertulis di buku yang sama, On the Jews and Their Lies, yang dapat dibeli di Amazon.com.
Accordingly, it must and dare not be considered a trifling matter
but a most serious one to seek counsel against this and to save our souls from the Jews,
that is, from the devil and from eternal death.
My advice, as I said earlier, is:
First, that their synagogues be burned down,
and that all who are able toss sulphur and pitch;
it would be good if someone could also throw in some hellfire...
Second, that all their books
-- their prayer books, their Talmudic writings, also the entire Bible--
be taken from them, not leaving them one leaf,
and that these be preserved for those who may be converted...
Third, that they be forbidden on pain of death to praise God,
to give thanks, to pray, and to teach publicly among us and in our country...
Fourth, that they be forbidden to utter the name of God within our hearing.
For we cannot with a good conscience listen to this or tolerate it...
Terjemahannya adalah:
Sesuai dengan itu, hal ini tidak boleh dipertimbangkan sebagai masalah yang sepele
tetapi masalah yang sangat serius untuk mencari nasihat dan melindungi jiwa kita dari bangsa Yahudi,
yaitu dari Iblis dan dari kematian yang kekal.
Nasihat saya, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, adalah:
Pertama, agar sinagoge-singagoa mereka dibakar,
dan semua yang cukup kuat agar melempar sulfur dan ter;
bagus juga apabila seseorang dapat melempar api dari neraka...
Kedua, agar semua buku mereka
-- buku doa, buku Talmud, dan seluruh Alkitab mereka --
diambil dari mereka, tidak meninggalkan satu lembar pun,
dan hanya boleh dipertahankan oleh mereka apaila mau pindah agama...
Ketiga, agar mereka ditekan dengan kesakitan kematian agar tidak lagi memuji TUHAN,
tidak mengucapkan berkat, tidak berdoa, dan tidak mengajar lagi di antara kita dan di negeri kita...
Keempat, agar mereka dilarang untuk mengucapkan nama TUHAN di hadapan kita.
Karena kita tidak dapat mendengarkan hal-hal ini dengan hati nurani yang bersih
atau bahkan mentolerirnya lagi...
Martin Luther menasihati orang Jerman untuk tidak membiarkan seorang Yahudi menyebut nama TUHAN.
He who hears this name [God] from a Jew must inform the authorities,
or else throw sow dung at him when he sees him and chase him away.
Terjemahannya:
Dia yang mendengar namaNya keluar dari [mulut] seorang Yahudi harus menginformasikan yang berwenang,
atau melempar kotoran kepadanya apabila melihatnya dan mengejarnya sampai lari.
Martin Luther mendesak agar setiap penguasa Jerman memperlakukan bangsa Yahudi seperti seorang dokter memperlakukan penyakit gangrene: bagian tubuh yang terkena, dipotong atau dibakar.
They [rulers] must act like a good physician who,
when gangrene has set in proceeds without mercy
to cut, saw, and burn flesh, veins, bone, and marrow.
Such a procedure must also be followed in this instance.
Burn down their synagogues, forbid all that I enumerated earlier,
force them to work, and deal harshly with them,...
Terjemahannya:
Mereka [para penguasa] harus bertindak selayaknya seorang dokter yang baik,
yang dalam kasus penyakit gangrene akan mengambil tindakan tanpa belas kasihan
untuk memotong, menggergaji atau membakar daging, pembuluh darah, tulang maupun sumsum belakang.
Prosedur seperti ini juga harus diikuti segera.
Bakar sinagoge mereka, larang mereka dari apa yang sudah saya sebutkan sebelumnya,
paksakan mereka untuk bekerja, dan perlakukan mereka dengan keras...
Di dalam Perang Dunia 2, mayoritas orang Kristen dan gereja di Eropa diam dan tak bergeming selama bertahun-tahun. Ingat baik-baik: ketika engkau diam dan tidak membela keadilan, sesungguhnya engkau mendukung dan berada di pihak ketidakadilan!
Banyak dari pemimpin gereja di Eropa mendukung Hitler karena inspiratornya adalah Martin Luther. Bangsa Eropa menyebut masa penganiayaan ini HOLOCAUST. Kata ini berasal dari kata bahasa Yunani holokauston. Kata ini sendiri berasal dari kata Ibrani "olah" yang berarti "dibakar sampai habis sebagai persembahan kepada TUHAN". Dengan demikian ketika Martin Luther dan seluruh dunia (termasuk gereja) yang diam dan membiarkan HOLOCAUST terjadi, menyiratkan bahwa kematian orang Yahudi di zaman itu merupakan persembahan bagi "tuhan". Seperti di dalam buku Martin Luther, mereka melakukan dan mendukung semua itu dengan pikiran bahwa mereka sedang menyenangkan "tuhan". Entah "tuhan" yang mana.
Sebagai catatan saja: di mata orang Yahudi, karena Hitler dan Martin Luther, 6 juta orang Yahudi yang mati merupakan sebuah persembahan orang Kristen kepada tuhan mereka. Ini merupakan duri yang tajam yang menghalangi dua kelompok ini, Yahudi dan Kristen, untuk bersatu menyembah TUHAN yang sama. Bagi mereka, tidak mungkin orang Kristen menyembah TUHAN-nya Abraham, apabila persembahan kepadaNya adalah darah dan nyawa orang-orang Yahudi sendiri.
Bahkan di salah satu kamp konsentrasi di Polandia, yaitu Treblinka, tugu yang "memperingati HOLOCAUST" itu merupakan sebuah patung mezbah dengan mayat-mayat orang Yahudi di atas mezbah tersebut dengan muka yang menderita. Ini membuat saya bertanya-tanya sampai sekarang, "Siapa yang pertama-tama memilih istilah ini untuk mengacu pada pembunuhan massal tersebut?"
Siapa pun yang menciptakan tugu ini hanyalah memenuhi nubuatan TUHAN belaka di dalam Yes 10:17. Dalam ayat ini dikatakan bahwa terang Israel -- ingat bahwa Israel dipanggil menjadi terang bagi bangsa-bangsa -- akan dipakai sebagai api (seperti api di atas mezbah), dan kaum kudusNya akan terbakar di atasnya. Mezbah ini menjadi ekspresi dari apa yang ada di dalam otak bangsa-bangsa yang membunuh bangsa Yahudi ini. Bagi mereka, kaum Yahudi seperti korban bakaran yang menyala-nyala dalam api. Sebuah penggenapan yang sempurna dari Yes 10:17.
Maka Terang Israel akan menjadi api,
dan kaum kudusNya akan menyala-nyala dan akan membakar
dan memakan habis puteri malu dan rumputnya pada satu hari juga.
(Yes 10:17)
Sementara dunia menyebut masa ini "Holocaust", bangsa Yahudi menyebutnya "Shoah". "Shoah" adalah kata di dalam bahasa Ibrani yang berarti MASA KESUKARAN.
Renungkan yang berikut ini baik-baik.
Dari pihak penganiaya, pembunuhan massal ini merupakan sebuah HOLOCAUST (persembahan pada TUHAN). Dari pihak korban, pembunuhan massal ini merupakan SHOAH (masa kesukaran besar). Dari cara seseorang menyebut peristiwa ini, kita dapat mengenali, dia ada di pihak penganiaya atau pihak korban. Di antara sesama Yahudi, kami selalu mengacu pada peristiwa ini dengan istilah SHOAH. Gereja, bersama dengan seluruh dunia ini, menyebutnya HOLOCAUST.
Sangat ironis bahwa gereja yang mengajarkan mengenai masa kesukaran besar di akhir zaman ternyata adalah pihak penganiaya itu sendiri, bukannya korban. Sementara mereka menunggu “masa kesukaran” itu datang, mereka tidak mengenalinya ketika masa itu tiba. Selama ini mereka menunggu masa dimana mereka akan menjadi korban. Tetapi ketika masa itu akhirnya datang, mereka menjadi penganiayanya. Pantas saja mereka tidak mengenalinya! Bagi mereka, peristiwa selama PDII adalah HOLOCAUST dan bukan SHOAH.
Masa ini adalah masa dimana para keturunan generasi penganiaya itu dibukakan matanya, dan gereja dicelikkan dari kebutaannya. Ada banyak pemimpin Kristen di dunia yang dengan sungguh-sungguh menyadari hal ini dan dengan rendah hati sujud di kaki TUHAN untuk minta ampun. Bahkan mereka mulai mengulurkan tangan dan bertanya kepada Israel apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki apa yang telah dirusak oleh gereja.
Dengan hati yang penuh duka, Pdt. Dr. George Anadorai dari Singapore mengumpulkan 3000 korban Shoah yang selamat di Netanya, Israel pada bulan Des 2013. Di sana dia meminta ampun atas nama gereja dan kekristenan, atas SHOAH yang telah dilakukan oleh gereja selama zaman Perang Dunia II dan bahkan sejak abad ke-2. Gerakan penyesalan dan restorasi oleh gereja ini telah menjadi gelombang yang besar di seluruh dunia dan mulai sampai di Indonesia.
Elisheva Wiriaatmadja
Eits Chaim
Martin Luther mendesak agar setiap penguasa Jerman memperlakukan bangsa Yahudi seperti seorang dokter memperlakukan penyakit gangrene: bagian tubuh yang terkena, dipotong atau dibakar.
They [rulers] must act like a good physician who,
when gangrene has set in proceeds without mercy
to cut, saw, and burn flesh, veins, bone, and marrow.
Such a procedure must also be followed in this instance.
Burn down their synagogues, forbid all that I enumerated earlier,
force them to work, and deal harshly with them,...
Terjemahannya:
Mereka [para penguasa] harus bertindak selayaknya seorang dokter yang baik,
yang dalam kasus penyakit gangrene akan mengambil tindakan tanpa belas kasihan
untuk memotong, menggergaji atau membakar daging, pembuluh darah, tulang maupun sumsum belakang.
Prosedur seperti ini juga harus diikuti segera.
Bakar sinagoge mereka, larang mereka dari apa yang sudah saya sebutkan sebelumnya,
paksakan mereka untuk bekerja, dan perlakukan mereka dengan keras...
Di dalam Perang Dunia 2, mayoritas orang Kristen dan gereja di Eropa diam dan tak bergeming selama bertahun-tahun. Ingat baik-baik: ketika engkau diam dan tidak membela keadilan, sesungguhnya engkau mendukung dan berada di pihak ketidakadilan!
Banyak dari pemimpin gereja di Eropa mendukung Hitler karena inspiratornya adalah Martin Luther. Bangsa Eropa menyebut masa penganiayaan ini HOLOCAUST. Kata ini berasal dari kata bahasa Yunani holokauston. Kata ini sendiri berasal dari kata Ibrani "olah" yang berarti "dibakar sampai habis sebagai persembahan kepada TUHAN". Dengan demikian ketika Martin Luther dan seluruh dunia (termasuk gereja) yang diam dan membiarkan HOLOCAUST terjadi, menyiratkan bahwa kematian orang Yahudi di zaman itu merupakan persembahan bagi "tuhan". Seperti di dalam buku Martin Luther, mereka melakukan dan mendukung semua itu dengan pikiran bahwa mereka sedang menyenangkan "tuhan". Entah "tuhan" yang mana.
Sebagai catatan saja: di mata orang Yahudi, karena Hitler dan Martin Luther, 6 juta orang Yahudi yang mati merupakan sebuah persembahan orang Kristen kepada tuhan mereka. Ini merupakan duri yang tajam yang menghalangi dua kelompok ini, Yahudi dan Kristen, untuk bersatu menyembah TUHAN yang sama. Bagi mereka, tidak mungkin orang Kristen menyembah TUHAN-nya Abraham, apabila persembahan kepadaNya adalah darah dan nyawa orang-orang Yahudi sendiri.
Bahkan di salah satu kamp konsentrasi di Polandia, yaitu Treblinka, tugu yang "memperingati HOLOCAUST" itu merupakan sebuah patung mezbah dengan mayat-mayat orang Yahudi di atas mezbah tersebut dengan muka yang menderita. Ini membuat saya bertanya-tanya sampai sekarang, "Siapa yang pertama-tama memilih istilah ini untuk mengacu pada pembunuhan massal tersebut?"
Siapa pun yang menciptakan tugu ini hanyalah memenuhi nubuatan TUHAN belaka di dalam Yes 10:17. Dalam ayat ini dikatakan bahwa terang Israel -- ingat bahwa Israel dipanggil menjadi terang bagi bangsa-bangsa -- akan dipakai sebagai api (seperti api di atas mezbah), dan kaum kudusNya akan terbakar di atasnya. Mezbah ini menjadi ekspresi dari apa yang ada di dalam otak bangsa-bangsa yang membunuh bangsa Yahudi ini. Bagi mereka, kaum Yahudi seperti korban bakaran yang menyala-nyala dalam api. Sebuah penggenapan yang sempurna dari Yes 10:17.
Maka Terang Israel akan menjadi api,
dan kaum kudusNya akan menyala-nyala dan akan membakar
dan memakan habis puteri malu dan rumputnya pada satu hari juga.
(Yes 10:17)
Sementara dunia menyebut masa ini "Holocaust", bangsa Yahudi menyebutnya "Shoah". "Shoah" adalah kata di dalam bahasa Ibrani yang berarti MASA KESUKARAN.
Renungkan yang berikut ini baik-baik.
Dari pihak penganiaya, pembunuhan massal ini merupakan sebuah HOLOCAUST (persembahan pada TUHAN). Dari pihak korban, pembunuhan massal ini merupakan SHOAH (masa kesukaran besar). Dari cara seseorang menyebut peristiwa ini, kita dapat mengenali, dia ada di pihak penganiaya atau pihak korban. Di antara sesama Yahudi, kami selalu mengacu pada peristiwa ini dengan istilah SHOAH. Gereja, bersama dengan seluruh dunia ini, menyebutnya HOLOCAUST.
Sangat ironis bahwa gereja yang mengajarkan mengenai masa kesukaran besar di akhir zaman ternyata adalah pihak penganiaya itu sendiri, bukannya korban. Sementara mereka menunggu “masa kesukaran” itu datang, mereka tidak mengenalinya ketika masa itu tiba. Selama ini mereka menunggu masa dimana mereka akan menjadi korban. Tetapi ketika masa itu akhirnya datang, mereka menjadi penganiayanya. Pantas saja mereka tidak mengenalinya! Bagi mereka, peristiwa selama PDII adalah HOLOCAUST dan bukan SHOAH.
Masa ini adalah masa dimana para keturunan generasi penganiaya itu dibukakan matanya, dan gereja dicelikkan dari kebutaannya. Ada banyak pemimpin Kristen di dunia yang dengan sungguh-sungguh menyadari hal ini dan dengan rendah hati sujud di kaki TUHAN untuk minta ampun. Bahkan mereka mulai mengulurkan tangan dan bertanya kepada Israel apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki apa yang telah dirusak oleh gereja.
Dengan hati yang penuh duka, Pdt. Dr. George Anadorai dari Singapore mengumpulkan 3000 korban Shoah yang selamat di Netanya, Israel pada bulan Des 2013. Di sana dia meminta ampun atas nama gereja dan kekristenan, atas SHOAH yang telah dilakukan oleh gereja selama zaman Perang Dunia II dan bahkan sejak abad ke-2. Gerakan penyesalan dan restorasi oleh gereja ini telah menjadi gelombang yang besar di seluruh dunia dan mulai sampai di Indonesia.
Elisheva Wiriaatmadja
Eits Chaim