Di dalam ketidakmengertiannya, Gereja menuduh Paulus mengubah Shabbat dari Sabtu menjadi Minggu. Sesungguhnya, yang membatalkan Shabbat adalah Gereja itu sendiri. Maling teriak maling... Hal ini diakui sendiri dengan bangga oleh Gereja melalui terbitan-terbitannya. Mereka melakukannya pada abad ke-4 (tahun 300-an) atau tepatnya tahun 364M di dalam Konsili Laodikia. Ketika itu Gereja yang ada barulah Gereja Katolik. Belum ada Protestan atau Kharismatik dll.
Catholic Press Newspaper di Sydney, Australia menulis:
"Minggu adalah institusi Katolik dan ketaatan terhadap hal ini hanya dapat dipertahankan dengan prinsip-prinsip Katolik. Dari awal sampai akhir Alkitab tidak ada satu pun bagian yang membenarkan perubahan hari untuk ibadah umum dari hari terakhir menjadi hari pertama tiap minggu."
Majalah Catholic Mirror edisi 23 Sep 1894 menulis,
"Gereja Katolik selama lebih dari seribu tahun sebelum adanya gereja protestan, karena misi ilahinya, telah mengubah [Shabbat] dari Sabtu menjadi Minggu."
Buku katekisasi katolik berjudul Convert's Catechism of Catholic Doctrine yang ditulis oleh Peter Giermann, mencatat Tanya-Jawab berikut ini,
"Tanya: Shabbat itu hari apa?
Jawab: Shabbat itu adalah hari Sabtu.
Tanya: Mengapa kita menguduskan hari Minggu dan bukan Sabtu?
Jawab: Kita menguduskan hari Minggu dan bukan Sabtu karena Gereja Katolik di dalam Konsili Laodikia
telah mengubah ritual itu dari Sabtu menjadi Minggu."
Dari dalam buku Doctrinal Catechism yang ditulis oleh Steven Keenan, kita dapat membaca:
"Tanya: Apakah Anda punya cara lain untuk membuktikan bahwa Gereja memiliki kuasa untuk menetapkan hari-hari kudus?
Jawab: Seandainya Gereja tidak memiliki kuasa itu, dia tidak mungkin dapat melakukan apa yang disetujui oleh semua agama modern sekarang; dia tidak mungkin dapat mengubah ketaatan untuk menguduskan hari Sabtu (hari ketujuh) menjadi perintah menguduskan hari Minggu (hari pertama); padahal perubahan ini tidak ada otoritasnya di dalam Alkitab."
Our Sunday Visitor, sebuah koran nasional Katolik yang terbit mingguan di Amerika, menulis di edisi tanggal 5 Feb 1950:
"Hampir semua yang dianggap penting oleh kaum Protestan, mereka terima dari Gereja Katolik... Pemikiran kaum Protestant sepertinya tidak menyadari bahwa dengan menerima Alkitab dan menguduskan hari Minggu, dengan menjalankan Natal dan Easter, mereka sebenarnya menerima otoritas juru bicara Gereja Katolik, yaitu Paus."
Pastor Katholik bernama T. Enright, CSSR, di Kansas City, Amerika pernah mengatakan:
"Gereja Katolik-lah yang mengubah hari istirahat dari Sabtu menjadi Minggu, hari pertama tiap minggu. Dan dia bukan hanya memaksa semua orang untuk menguduskan hari Minggu, tetapi melalui Konsili Laodikia, tahun 364M, mengutuk mereka yang menjalankan hukum Shabbat dan mendesak semua orang untuk bekerja pada hari ke-7 dengan ancaman hukuman laknat."
Pastor Katolik T. Enright, CSSR, di dalam kuliahnya di Hartford pada tanggal 18 Feb 1884 mengatakan:
"Saya telah berulang kali menawarkan $1000 untuk siapa pun yang dapat memberikan bukti dari Alkitab bahwa Minggu adalah hari yang harus kita kuduskan... Alkitab mengatakan, "Ingatlah dan kuduskanlah hari Shabbat," tetapi Gereja Katolik mengatakan, "Tidak, kuduskan hari pertama tiap minggu," dan seluruh dunia tunduk di dalam ketaatan."
Kanselir Albert Smith untuk Kardinal Keuskupan Agung Baltimore menulis di dalam suratnya tertanggal 10 February 1920:
Seandainya kaum Protestan hendak mengikuti Alkitab, seharusnya mereka menyembah TUHAN pada hari Shabbat TUHAN yaitu Sabtu. Dengan menguduskan hari Minggu, mereka mengikuti hukum Gereja Katolik.
Mengapa dengan bangga hal ini begitu dipublikasikan di mana-mana? Mengapa tidak dirahasiakan saja supaya tidak ada yang tahu? Karena dengan mengubah Shabbat dari Sabtu dan Minggu, dengan membuat seluruh dunia tunduk kepadanya dan bukan kepada TUHAN, hal itu hanya membuktikan bahwa otoritas mereka sungguh-sungguh berada di atas level Alkitab, di atas otoritas TUHAN.
Catholic Record edisi tanggal 1 September 1923 menulis:
Minggu adalah tanda otoritas kita... Gereja berada di atas Alkitab, dan perubahan ketaatan untuk menguduskan Shabbat adalah bukti dari kenyataan itu.
Surat Paus Leo XIII mengenai Praeclara Gratulationis Publicae tanggal 20 Juni 1894 menyatakan kalimat berikut ini:
We hold upon this earth the place of God Almighty.
[Kami memegang atas bumi ini posisi TUHAN yang Maha Kuasa.]
Sekarang sudah jelas bahwa yang membatalkan Shabbat dan menggantinya dengan Minggu adalah Gereja sendiri. Bukan Paulus. Apalagi TUHAN. Selama ribuan tahun sejak Konsili Laodikia tahun 364M, kekristenan beroperasi di atas kebohongan dan DISTORSI WAKTU dan HUKUM yang dilakukan oleh manusia. Selama lebih dari 1700 tahun, mereka tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh TUHAN, tetapi apa yang diperintahkan oleh manusia.
Kata-kata Yesus yang mengutip dari Kitab Yesaya berikut ini mungkin ditujukan bagi orang-orang Yahudi yang dianggap munafik di zaman itu. Tetapi di zaman sekarang ini, kata-kata ini seharusnya menjadi teguran keras bagi kekristenan juga:
Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. (Mar 7:6-7)
Elisheva Wiriaatmadja
Eits Chaim
Catholic Press Newspaper di Sydney, Australia menulis:
"Minggu adalah institusi Katolik dan ketaatan terhadap hal ini hanya dapat dipertahankan dengan prinsip-prinsip Katolik. Dari awal sampai akhir Alkitab tidak ada satu pun bagian yang membenarkan perubahan hari untuk ibadah umum dari hari terakhir menjadi hari pertama tiap minggu."
Majalah Catholic Mirror edisi 23 Sep 1894 menulis,
"Gereja Katolik selama lebih dari seribu tahun sebelum adanya gereja protestan, karena misi ilahinya, telah mengubah [Shabbat] dari Sabtu menjadi Minggu."
Buku katekisasi katolik berjudul Convert's Catechism of Catholic Doctrine yang ditulis oleh Peter Giermann, mencatat Tanya-Jawab berikut ini,
"Tanya: Shabbat itu hari apa?
Jawab: Shabbat itu adalah hari Sabtu.
Tanya: Mengapa kita menguduskan hari Minggu dan bukan Sabtu?
Jawab: Kita menguduskan hari Minggu dan bukan Sabtu karena Gereja Katolik di dalam Konsili Laodikia
telah mengubah ritual itu dari Sabtu menjadi Minggu."
Dari dalam buku Doctrinal Catechism yang ditulis oleh Steven Keenan, kita dapat membaca:
"Tanya: Apakah Anda punya cara lain untuk membuktikan bahwa Gereja memiliki kuasa untuk menetapkan hari-hari kudus?
Jawab: Seandainya Gereja tidak memiliki kuasa itu, dia tidak mungkin dapat melakukan apa yang disetujui oleh semua agama modern sekarang; dia tidak mungkin dapat mengubah ketaatan untuk menguduskan hari Sabtu (hari ketujuh) menjadi perintah menguduskan hari Minggu (hari pertama); padahal perubahan ini tidak ada otoritasnya di dalam Alkitab."
Our Sunday Visitor, sebuah koran nasional Katolik yang terbit mingguan di Amerika, menulis di edisi tanggal 5 Feb 1950:
"Hampir semua yang dianggap penting oleh kaum Protestan, mereka terima dari Gereja Katolik... Pemikiran kaum Protestant sepertinya tidak menyadari bahwa dengan menerima Alkitab dan menguduskan hari Minggu, dengan menjalankan Natal dan Easter, mereka sebenarnya menerima otoritas juru bicara Gereja Katolik, yaitu Paus."
Pastor Katholik bernama T. Enright, CSSR, di Kansas City, Amerika pernah mengatakan:
"Gereja Katolik-lah yang mengubah hari istirahat dari Sabtu menjadi Minggu, hari pertama tiap minggu. Dan dia bukan hanya memaksa semua orang untuk menguduskan hari Minggu, tetapi melalui Konsili Laodikia, tahun 364M, mengutuk mereka yang menjalankan hukum Shabbat dan mendesak semua orang untuk bekerja pada hari ke-7 dengan ancaman hukuman laknat."
Pastor Katolik T. Enright, CSSR, di dalam kuliahnya di Hartford pada tanggal 18 Feb 1884 mengatakan:
"Saya telah berulang kali menawarkan $1000 untuk siapa pun yang dapat memberikan bukti dari Alkitab bahwa Minggu adalah hari yang harus kita kuduskan... Alkitab mengatakan, "Ingatlah dan kuduskanlah hari Shabbat," tetapi Gereja Katolik mengatakan, "Tidak, kuduskan hari pertama tiap minggu," dan seluruh dunia tunduk di dalam ketaatan."
Kanselir Albert Smith untuk Kardinal Keuskupan Agung Baltimore menulis di dalam suratnya tertanggal 10 February 1920:
Seandainya kaum Protestan hendak mengikuti Alkitab, seharusnya mereka menyembah TUHAN pada hari Shabbat TUHAN yaitu Sabtu. Dengan menguduskan hari Minggu, mereka mengikuti hukum Gereja Katolik.
Mengapa dengan bangga hal ini begitu dipublikasikan di mana-mana? Mengapa tidak dirahasiakan saja supaya tidak ada yang tahu? Karena dengan mengubah Shabbat dari Sabtu dan Minggu, dengan membuat seluruh dunia tunduk kepadanya dan bukan kepada TUHAN, hal itu hanya membuktikan bahwa otoritas mereka sungguh-sungguh berada di atas level Alkitab, di atas otoritas TUHAN.
Catholic Record edisi tanggal 1 September 1923 menulis:
Minggu adalah tanda otoritas kita... Gereja berada di atas Alkitab, dan perubahan ketaatan untuk menguduskan Shabbat adalah bukti dari kenyataan itu.
Surat Paus Leo XIII mengenai Praeclara Gratulationis Publicae tanggal 20 Juni 1894 menyatakan kalimat berikut ini:
We hold upon this earth the place of God Almighty.
[Kami memegang atas bumi ini posisi TUHAN yang Maha Kuasa.]
Sekarang sudah jelas bahwa yang membatalkan Shabbat dan menggantinya dengan Minggu adalah Gereja sendiri. Bukan Paulus. Apalagi TUHAN. Selama ribuan tahun sejak Konsili Laodikia tahun 364M, kekristenan beroperasi di atas kebohongan dan DISTORSI WAKTU dan HUKUM yang dilakukan oleh manusia. Selama lebih dari 1700 tahun, mereka tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh TUHAN, tetapi apa yang diperintahkan oleh manusia.
Kata-kata Yesus yang mengutip dari Kitab Yesaya berikut ini mungkin ditujukan bagi orang-orang Yahudi yang dianggap munafik di zaman itu. Tetapi di zaman sekarang ini, kata-kata ini seharusnya menjadi teguran keras bagi kekristenan juga:
Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. (Mar 7:6-7)
Elisheva Wiriaatmadja
Eits Chaim