Umumnya kalangan Kristen menganggap Torah sebagai hukum yang keras. Karena itu hal-hal yang berasal dari Torah dianggap sebagai suatu 'kemunduran'. Tidak jarang ungkapan 'kembali ke Torah' muncul dalam konotasi yang bersifat negatif. Namun bila anggapan negatif tersebut disandingkan dengan ayat Kitab Suci, terlihat jelas ketidak-sesuaiannya. David mengatakan ia mendapat rahmat Tuhan sebab Torah adalah kesukaannya (Mazmur 119: 77). Rasul Shaul (Paulus) mengatakan Torah itu baik dan kudus (Roma 7: 12). Bagaimana hal ini dapat terjadi? Mari kita lihat Torah (Arab Taurat) dari perspektif aslinya, Ibrani.
Dalam Bahasa Ibrani, perkataan TORAH berasal dari akar kata YaReH (Yod-Resh-He = ירה) yang berupakan bentukan dari akar kata YaR (Yod-Resh = יר) ditambah akhiran 'eH' / ה. YaReh berati 'melempar dengan tangan manusia'. Dari akar YaReH dapat dibentuk dua kata benda. Yang pertama MoReH (מורה) yang berati 'pemanah' atau 'guru'. Kedua, ToRah (תורה) yang berarti 'pengajaran' seperti yang dilakukan guru kepada muridnya atau seorang ayah kepada anaknya. Dalam pengajaran tentu ada disiplin, tetapi disiplin tersebut bukanlah hukuman seperti yang dikenal di pengadilan.
Tetapi mengapa Torah lebih dikenal sebagai Hukum dan bukan Pengajaran? Setelah Alexander Agung menguasai dunia timbullah anggapan bahwa budaya Yunani lebih unggul dari budaya lain di dunia. Anggapan ini berkembang menjadi paham yang disebut Helenisme, budaya Yunani harus mengalahkan budaya lainnya. Penaklukan budaya lainnya oleh cara berpikir Yunani terjadi disegala bidang termasuk agama. Untuk menunjukan pengaruh budaya Yunani pada agama Ibrani, Ptolomy Philadelphus, penguasa Yunani di Mesir, meminta Tanakh ("Perjanjian Lama") diterjemahkan kedalam bahasa Yunani (Septuaginta, Henrikson, 2001. hal ii). Proses Helenisasi ini bukan inisiatif Imam Besar Eleazar di Yerusalem tetapi atas permintaan penguasa Yunani tersebut. Alhasil sekitar tahun 285 sM terjemahan Kitab Suci Ibrani (Tanakh) kedalam bahasa Yunani mulai digunakan orang di Alexandria. Dalam naskah Septuaginta (LXX) inilah 'ToRaH', diterjemahkan menjadi istilah Yunani 'Nomos' (νόμος), walaupun istilah yang lebih tepat adalah 'Didaskalia' (διδασκαλία = pengajaran, instruksi, doktrin, sesuatu yang diajarkan). Karena terjemahan ini golongan Yahudi helenis yang berkuasa mulai melihat Torah seperti apa orang Yunani melihat hukum mereka; hukum yang berkonotasi : "Jika kamu tidak melakukan apa yang dikatakan Hukum, kamu akan diusir dari kekaisaran".
Para rabbi pun membuat banyak halakhah, tafsir pelaksanaan Torah yang dipandang sebagai bagian dari Hukum yang mengatur bangsa Yahudi. Tambahan 'hukum-hukum' inilah yang kemudian dibukukan menjadi kitab Talmud (200 M). Talmud kemudian diterima sebagai Kode Etik dan Pedoman hidup orang Yahudi dengan otoritas seperti Nomos, hukum Yunani. Torah menjadi 'hukum' dan para rabbi menjadi 'ahli hukum'. Helenisasi telah berhasil mengubah cara berpikir kalangan elit Yahudi. Anehnya, walaupun umumnya bertolak belakang, cara pandang yang sama terhadap Torah itu justru dijiplak oleh para 'bapak-bapak gereja' yaitu pimimpin Kristen bukan Yahudi yang hidup antara tahun 100 - 450 M. Mereka menyebut Torah dengan mengikuti istilah yang telah diadopsi oleh para rabbi helenis. Nomos - Hukum dalam perspektif Yunani. Tanpa dapat dihindari, Torah sebagai pengajaran yang lembut dari Bapa Surgawi kepada anak-anakNya kini berubah wataknya, menjadi hukum yang keras.
Dengan perasaan anti semitik yang ada pada kerajaan Romawi saat itu, pandangan bahwa Torah adalah hukum yang keras melahirkan pemikiran teologis bahwa dalam 'Perjanjian Lama' adalah Tuhan yang keras dan bahwa kedatangan Yeshua adalah untuk menyatakan 'Perjanjian Baru' yang berasal dari Tuhan yang mengasihi. Akibatnya, Torah sebagai hukum dipandang harus dibatalkan dan diganti dengan Hukum Kasih, yaitu kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri. Banyak orang Kristen seakan 'dibutakan' untuk memahami bahwa kedua Hukum Kasih Kristus 100% dikutip dari TORAH! (Lihat Ulangan 6: 4-5; Imamat 19: 18). Yeshua bahkan mengatakan bahwa inti dari TORAH adalah KASIH (Markus 12: 28-31).
Dengan cara pandang yang mengentengkan Torah, pemimpin gereja helenis telah mencabut identitasnya dari akar Ibrani imannya. Pandangan seperti ini dianut secara ekstrim oleh Marcion (140 M). Walaupun ajarannya dinyatakan bidat, pengaruhnya tetap berbekas pada pandangan gereja atas Torah. Ketika Luther memulihkan fungsi iman, ia mengatakan iman mengakhiri Torah. Pandangan seperti ini merupakan 'standard' pengajaran teologi Kristen diseluruh dunia. Sebagai contoh, "Basic Theology" oleh Charles Ryrie (h. 302-303) mengatakan Kristus telah mengakhiri Taurat (Roma 10: 4) dengan memberi jalan hidup yang baru. Sayang ia tidak terbuka bahwa kata 'akhir' yang dalam bahasa Yunani disebut 'telos' dapat juga berarti 'tujuan'; sehingga Roma 10: 4 seharusnya berbunyi "Kristus adalah tujuan Taurat". LAI menerjemahkan ayat itu menjadi, "Kristus adalah kegenapan hukum Taurat' (kata hukum ditambahkan oleh LAI). Sayang seribu sayang, 'kegenapan' kemudian ditafsirkan sebagai 'mengakhiri' atau 'meniadakan'.
Benarkah Yeshua menggenapi Torah dengan meniadakannya? Gereja Kristen telah menafsir Matius 5: 17 sesuai seleranya tanpa memakai cara tafsir yang sehat. Dalam diskusi rabbinik, 'meniadakan Torah' berarti 'memberi tafsir yang keliru'; sedangkan 'mengenapi Torah' berarti 'memberi tafsir yang tepat' (Bivin,D dan Blizzard,R. Understanding the Difficult Words of Jesus. Destiny. 1994. hal 111-115). Yeshua adalah Firman Elohim, Torah Yang Hidup karena itu Dialah yang dapat memberi tafsir yang tepat. Penggenapan oleh Yeshua dalam sejarah tidak meniadakan Torah (Holwerda,D. Jesus and Israel. Apollos.1995. hal 131-132). Yeshua mengatakan orang yang mengajarkan Torah akan mendapat tempat yang tinggi dalam Kerajaan Sorga (Matius 5: 19). Jelas Torah adalah pengajaran, bukan hukum.
(Oleh Ir. Benyamin Obadyah MURP.)
http://kehilat-mesianik.blogspot.com/2011/06/torah-hukum-atau-pengajaran.html#more
apakah sunat harus dalam agama kristen
BalasHapusDalam Agama Kristen secara umum, sunat tidak diwajibkan, dan setiap komunitas memiliki pandangan mereka sendiri-sendiri tentang sunat, dan dalam kasus ini kami tidak akan berkomentar.
HapusNamun bagi kami maupun bagi orang Yahudi YANG TAAT, sesuai yang tertulis dalam Torat Moshe, sunat adalah wajib dan harus. Torah itu mengajarkan namun tidak memaksakan. Mereka yang mengasihi Adonai, akan melakukan Mitzvot (Perintah) dalam Torah karena mereka mengasihi Adonai dan ini muncul dari kesadaran pribadi, bukan karena dipaksa PIHAK-PIHAK TERTENTU.
Surat Rabi Sa'ul sering disalahpahami oleh kebanyakan orang Kristen untuk meniadakan sunat. Padahal tujuan Rabi Sha'ul memberi kelonggaran untuk memilih bersunat atau tidak adalah agar "JANGAN ORANG BERSUNAT HANYA KARENA RITUAL SAJA ATAU KETERPAKSAAN SAJA ATAU SEBATAS MEMENUHI KEWAJIBAN AGAMAWI SAJA", namun sunat harus karena kesadaran hati pribadi seseorang itu sendiri sebagai tindakan mereka dalam mengungkapkan kasih kepada Adonai.
B'rachot
apakah komunitas netzarim (nasrani) menggunakan nama Allah untuk mentranslitkan kata ibrani Elohim
BalasHapusTidak
Hapus