Dalam memasyarakatkan Hari Raya Pondok Daun dari tahun ke tahun, banyak orang kristen bertanya, bagaimana hubungan hari raya Pondok Daun dengan kekristenan yang kita kenal selama ini? Sebagian mengatakan belum pernah mendengar adanya hari raya tersebut. Sebagian lagi merasa tertarik untuk mengetahui lebih jelas. Sebagian lain mencoba untuk menepisnya dengan alasan teologis, “Bukankah hari raya Pondok Daun itu merupakan bagian dari Taurat yang sudah digenapi oleh Yeshua dan karena itu tidak berlaku lagi bagi orang Kristen?” Dalam kesempatan ini penulis ingin membahas ‘alasan teologis’ yang dianggap mensahkan penyingkiran hari raya tersebut.
Amanat Agung
Sebelum kembali ke Surga, Yeshua menyampaikan pesan yang menjadi titik api perkembangan kekristenan sepanjang abad, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20).
Setelah pencurahan Roh Kudus pada hari raya Pentakosta, murid-murid Yeshua mulai memberitakan injil di Yerusalem dan melalui aniaya yang diizinkan Tuhan mereka pergi meninggalkan Yerusalem sehingga injil tersebar ke Yudea dan Samaria bahkan kemudian ke seluruh dunia. Oleh karena amanat ini Paulus pergi ke Asia kecil dan Roma, Italia sehingga Eropah mendengar Injil. Oleh karena amanat ini Tomas pergi ke India.. Karena amanat ini John Elliot bekerja diantara orang Indian Amerika. Oleh amanat ini David Livingstone menembus kegelapan rimba Afrika dengan terang injil walaupun tidak banyak orang yang dimenangkannya. Oleh karena amanat yang sama seratus tahun kemudian, Reinhart Bonke melanjutkan pekerjaannya dan jutaan orang dimenangkan bagi kerajaan surga.
Oleh amanat ini Hudson Taylor seorang mahasiswa kedokteran di Inggris terbeban untuk mengabarkan injil di Tiongkok daratan. Walaupun masih dibawah rezim komunis, saat ini jumlah orang kristen di negeri itu tidak kurang dari 80 juta orang. Oleh amanat ini juga misionari Belanda Cornelius Ruyl (1627) dan Melchior Leydekker(1733), pendeta tentara VOC di Hindia Barat yang kemudian disebut Indonesia menerjemahkan Alkitab ke bahasa Melayu sehingga injil dapat diberitakan dalam bahasa Melayu.
Sekalipun demikian, sampai saat ini, secara kuantitatif Amanat Agung belum selesai dilaksanakan. Masih banyak suku-suku terpencil yang belum terjangkau dengan injil.Di Indonesia saja tidak kurang dari 120 suku terpencil yang belum terjangkau. Bila secara kuantitatif belum terlaksana, apakah secara kualitatif Amanat Agung sudah terlaksana? Jawabannya ternyata belum juga! Amanat itu berisikan: (1) pergilah, (2) jadikan bangsa-bangsa sebagai murid, (3) baptislah mereka dan (4) ajarkanlah segala sesuatu yang sudah diperintahkan. Jelas sekali terlihat bahwa Amanat Agung bukan hanya berisi pekabaran injil yang diakhiri dengan baptisan, Amanat Agung mencakup juga pengajaran. Tanpa mengajar bangsa-bangsa “melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu,” Gereja belum memenuhi Amanat Agung Yeshua Kristus! Pertanyaannya, apa saja yang diperintahkan oleh
Yeshua kepada murid-muridNya? Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan kekristenan model apa yang kita ikuti.
... dan Ajarkanlah segala sesuatu yang Kuperintahkan
Biasanya teologi kristen mengajarkan bahwa ‘segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu’ itu adalah Hukum Kasih yaitu, kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri (Mat 22:37-39). Ini benar, tetapi sayang teologi kristen memandang hukum kasih ini berdiri bebas, terlepas dari sumber yang mendukungnya.
Dalam ayat berikutnya, Yeshua berkata, “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:40). Kedua hukum tersebut adalah ‘prinsip dasar’ dan ‘pusat’ dari perintah-perintah lainnya, dan bukan sama sekali untuk meniadakan seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi seperti yang sering terdengar di lingkungan kristen. Hukum kasih itu diambil dari Taurat (Ul 6:5 dan Im 19:18) bahkan sesungguhnya kasih adalah inti dari Taurat yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari Taurat itu sendiri. Karena itu Yeshua sang Mesias mengatakan bahwa orang yang mengajarkan hukum Taurat akan mendapat kedudukan tinggi dalam kerajaan Surga (Mat 5:19). Ini berarti, pengajaran Taurat dan kitab para nabi termasuk ke dalam segala sesuatu yang telah Kuperintahkan dalam Amanat Agung sang Mesias.
Yeshua berkata bahwa Ia tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi, tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17). Banyak orang kristen mengartikan ‘menggenapinya’ dengan ‘mengakhirinya’ atau ‘menghapuskannya’ padahal dengan jelas Yeshua mengatakan Ia tidak datang untuk meniadakan Taurat dan kitab para nabi. Yeshua menggenapi Taurat tanpa menghapusnya.
David Holwerda dalam bukunya “Jesus and Israel” (1995, hal. 131-133) menegaskan bahwa kajian Matius 5:17-20 menghasilkan tiga pokok pengajaran penting yaitu: (1) Yeshua menyerukan bahwa kedatanganNya bukan untuk meniadakan Taurat dan kitab para nabi tetapi untuk menggenapinya; (2) Yeshua menyatakan bahwa penggenapan secara historis tidak meniadakan keabsahan hukum yang berlaku; dan (3) Yeshua menjelaskan bahwa standar kebenaran yang dikehendaki adalah melebihi apa yang sudah dilakukan oleh orang Farisi dan ahli Taurat yang cenderung bersifat lahiriah dan legalistik.
Dikaitkan dengan perjanjian-perjanjian sebelumnya, Taurat diberikan sebagai acuan untuk mengenali mana Mesias yang benar secara lebih rinci. Kalau Yeshua menghapus hukum Taurat maka tindakan itu dapat dipandang sebagai menghilangkan barang bukti yang memuat rincian karakteristik Mesias yang benar.
Bukankah Paulus mengajarkan Taurat sudah dibatalkan?
Rasul Paulus dalam surat Roma 10:4 menulis, “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya”. Ayat ini diartikan bahwa setelah Yeshua ‘menggenapi’ Taurat maka fungsi Taurat sudah selesai sehingga kebenaran dapat diperoleh oleh orang-orang yang percaya, bukan lagi karena menjalankan Taurat. Jadi setelah ‘digenapi’ Taurat dapat ‘dimuseumkan’, tidak mempunyai manfaat dan kekuatan apapun.
Dalam bahasa Inggris, kata kunci ‘menggenapi’ dalam ayat ini adalah end, akhir; sehingga ayat ini berkonotasi bahwa Yeshua ‘mengakhiri’ Taurat. Tetapi sesungguhnya perkataan ‘menggenapi’ tersebut diterjemahkan dari perkataan Yunani, yaitu telos. Telos mempunyai dua arti, ‘akhir’(end) atau ‘tujuan’(goal). Dengan arti ganda seperti ini, setiap tafsir harus dilakukan dengan hati-hati. Ada tiga kemungkinan dari Kristus sebagai telos dari Taurat, yaitu: (1) Kristus adalah akhir dari seluruh hukum Taurat; (2) Kristus adalah akhir dari bagian tertentu Taurat; dan (3) Kristus adalah tujuan, titik puncak, atau pemenuhan atau penggenapan dari Taurat. Gereja purba bahkan sampai pada masa reformasi cenderung mengartikan ayat ini sebagai tujuan atau penggenapan. Tetapi kini pendulum penafsiran bergerak ke sisi lain yang cenderung mengartikannya sebagai ‘mengakhiri’ (Holwerda,1995. hal.160).
Ada dua sikap dasar terhadap Taurat dalam surat-surat Paulus yang kuncinya ada pada Mesias. Pertama, bagi orang yang telah bersekutu dengan Yeshua dalam kematian dan kebangkitanNya, Taurat tidak lagi menjadi hakim yang menghukumnya (Roma 6:14). Bagian Taurat yang menghukum dan mengutuk telah berakhir (Kemungkinan 2). Kedua, prinsip kebenaran dan kekudusan dalam Taurat tetap berlaku bagi orang percaya sekalipun telah digenapi oleh Kristus (Roma 8:4). Setelah Yeshua memenuhi kebenaran dan kekudusan Taurat, orang percaya yang di dalam Dia dapat hidup dengan prinsip kebenaran dan kekudusan yang diajarkan Taurat (Kemungkinan 3). Tidak ada ayat yang ditafsir secara sehat mendukung Kemungkinan1 di atas.
Tetapi bukankah dalam Efesus 2:14-15 Paulus dengan jelas menulis Taurat sudah dibatalkan? Memang surat-surat rasul Paulus sering ditafsirkan demikian oleh orang yang berpikir secara Yunani atau tidak memahami duduk masalah secara tepat. Kisah Rasul 20 mencatat bahwa Paulus menundukkan dirinya kepada hukum Taurat yang menurut orang yang tidak memahami duduk perkaranya sudah dibatalkan. Rasul Paulus saat itu menulis surat untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam jemaat Efesus. Ia sama sekali tidak membuat ketentuan baru, apalagi yang bertentangan dengan ucapan dari Mesias sendiri. Yeshua mengatakan bahwa Ia tidak menghapus Taurat tetapi menggenapinya (Mat 5:17) bahkan menambahkan bahwa kitab suci tidak dapat dibatalkan (Yoh 10:35).
Efesus 2:14-15 harus dibaca dengan memperhatikan pokok masalah yang dibicarakan dengan cermat yang biasa disebut konteks. Konteks ayat tersebut adalah tentang ‘tembok pemisah’ atau keadaan ‘permusuhan’ antara Yahudi dan bangsa-bangsa (goyim). Hal ini ditulis Paulus bukan secara umum tentang gaya hidup orang Yahudi yang berbeda dengan bangsa-bangsa, tetapi mengenai persekutuan untuk ‘duduk satu meja’ antara Yahudi dan bangsa-bangsa. Gambaran tentang ‘tembok pemisah’ jelas menunjuk pada tembok batu di Bait Suci yang memisahkan kelompok orang Yahudi dari kelompok bangsa-bangsa.
Melalui nabi Yehezkiel Yahweh menegur Israel yang membawa bangsa-bangsa yang tidak bersunat hatinya dan tubuhnya masuki pelataran Bait SuciNya (Yehez 44:7). Ketentuan ini dipegang terus sampai pada masa Bait Suci kedua, Paulus hendak dibunuh oleh orang Yahudi karena disangka membawa masuk Trofimus kedalam Bait Suci ( KR 21:28).
Dalam PL bangsa-bangsa lain dikategorikan sebagai kafir, penyembah berhala, makan makanan yang tidak kosher serta darah sehingga tidak dapat dipandang kudus bagi Tuhan. Untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak kudus itu para rabbi memberlakukan ‘hukum lisan’ yang disebut halakhah yang melarang orang Yahudi untuk bersinggungan dengan bangsa-bangsa termasuk duduk satu meja ( halakhah sebagai penjelasan lisan tidak termasuk kedalam Torah yang tertulis tetapi dihargai juga sebagai Torah oleh orang Yahudi). Rasul Petrus sekalipun tersandung dalam hubungan ini (Gal 2:11-12 ) tetapi Paulus yang sangat memahami asal usul aturan ini dengan jelas menentangnya.
Bangsa-bangsa yang telah menerima Yeshua sebagai mesias mereka jelas tidak dapat disamakan dengan bangsa-bangsa yang belum bertobat. Orang percaya sudah dibasuh oleh darah Yeshua dan karenanya sudah ‘disunat secara rohani’ tidak dapat dikategorikan sebagai kafir. Karenanya Yahudi dan bangsa-bangsa dapat duduk sehidangan tanpa ada rasa bersalah dalam diri orang Yahudi seperti pada kasus Petrus. Di dalam Yeshua, Yahudi dan bangsa-bangsa telah dipersatukan, tembok pemisah sudah diruntuhkan dan ‘aturan-aturan’ lisan (halakhah bukan Torah) sudah dibatalkan.
Taurat, Pengajaran dengan Dua Lengan
Taurat (Ib.Torah ) berarti pengajaran, bukan hukuman. Septuaginta menerjemahkan torah menjadi nomos (Gr) yang berarti hukum. Hukum yang dimaksud di sini adalah prinsip atau kaidah seperti hukum gravitasi atau hukum Archimedes. Karena terlalu menggebu-gebu ingin menonjolkan anugerah, maka Torah sebagai prinsip, hukum yang berkonotasi positif itu secara sadar atau tidak sadar diplesetkan menjadi hukum yang berkonotasi negatif, hukuman. Pemahaman seperti itu diajarkan sejak pertama kali orang mau menjadi kristen. Inilah salah satu alasan mendasar mengapa orang kristen pada umumnya menyimpan perasaan anti Taurat dalam pemahaman teologinya.
Yeshua tidak pernah menentang Taurat yang tertulis, Ia bahkan memakai Taurat tertulis untuk mematahkan godaan iblis (Mat 4:1-11). Yang ditentang Yeshua bukanlah hukum tertulis tetapi tafsir para rabbi terhadap Taurat yang disebut halakhah (hukum lisan). Dalam Matius 5:21-48 berkali-kali Yeshua mengatakan, “Kamu telah mendengar...”. Yeshua tidak pernah melawan Taurat karena Ia datang untuk menggenapinya. Yang dilawan Yeshua adalah sikap legalistik ahli Taurat dan orang Farisi.
Istilah hukum legal dan legalistik itu berbeda arti seperti langit dan bumi. Sikap legalistik adalah sikap ingin menyenangkan Tuhan dengan menjalankan hukum secara lahiriah tanpa kasih dalam hati. Setelah kembali dari pembuangan Babilonia ada perasaan bersalah yang besar pada bangsa Yahudi sehingga muncullah mazhab-mazhab yang ingin menyenangkan hati Yahweh dengan menjalankan Taurat secara sangat ketat, tanpa disadari mereka jatuh dalam jebakan legalisme. Kesalahan fatal orang Farisi di zaman Yeshua adalah mereka terjebak dalam rincian aturan pelaksaan lahiriah sehingga tidak dapat melihat hakekat kasih yang melandasinya. Yeshua datang untuk mengoreksi keadaan ini dengan mengajarkan Hukum Kasih yang tetap diambil dari Taurat!
Demikian juga dengan Paulus, sebagai rasul Yeshua HaMashiach ia tidak dapat mengajarkan teologi yang lebih tinggi dari Yeshua sendiri. Yang ditentang oleh Paulus dalam surat-suratnya adalah kecenderungan legalistik yang mulai mempengaruhi jemaat-jemaat kristen saat itu. Ia menegaskan bahwa hukum Taurat itu bukan dosa tetapi rohani (Roma 7:7).
Secara garis besar Torah Adonai dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, untuk memudahkan dapat dikatakan mempunyai dua lengan. Kedua lengan ini bekerja sama saling mengisi untuk menunjukkan jalan keselamatan kepada orang berdosa. Lengan pertama menunjukkan dosa (Roma 7:7). Setiap dosa ada dibawah lengan Taurat yang menunjuk dosa ini. Hanya orang yang telah mati terhadap dosa saja yang tidak ada dibawah lengan Taurat ini. Lengan Taurat yang menunjuk pada dosa tidak dapat menuding orang yang tidak berdosa lagi (Roma 6: 11, 14). Dengan demikian pernyataan kita tidak di bawah hukum Taurat tidak berlaku otomatis ! Tidak di bawah Taurat bukan pernyataan doktrinal semata tetapi lebih condong kepada pernyataan moral kristen.
Lengan kedua menunjuk kepada anugerah Yahweh di dalam Mesias. Lengan inilah yang kemudian disebut Injil. Walaupun tidak menyelamatkan Taurat menunjukkan jalan keselamatan di dalam Mesias yang kemudian dinyatakan oleh malaikat Tuhan bernama Yeshua (Mat 1:21). Yeshua sendiri mengatakan bahwa Musa menulis tentang Dia (Yoh 5:45).
Hari Raya Pondok Daun masuk kedalam Lengan Anugerah Taurat
Kapan Musa menulis tentang Yeshua? Dalam kitab Kejadian Musa menulis tentang binatang yang disembelih untuk diambil kulitnya dan digunakan sebagai penutup aib dosa Adam dan Hawa. Dalam kitab Keluaran Musa menulis tentang anak domba Pasah yang disembelih untuk menghindari maut pada rumah tangga bangsa Israel. Pada kitab Imamat 23 Musa menulis tentang 7 hari raya yang kesemuanya menubuatkan segi-segi kehidupan Mesias yang benar, yaitu hari raya Paskah, Roti Tidak Beragi, Buah Sulung, Pentakosta, Sangkakala, Pendamaian dan Pondok Daun. Tiga hari raya yang pertama menunjuk pada hal-hal yang dikerjakan oleh Mesias pada kedatangannya yang pertama. Hari raya yang ditengah menunjuk pada pencurahan Roh Kudus. Tiga hari raya yang terakhir menunjuk pada kedatangan Mesias yang kedua.
Semua aspek kehidupan Mesias yang benar itu sudah digenapi oleh Yeshua HaMashiach yaitu kematianNya, kebangkitanNya, dan kelahiranNya dalam kedatangan pertama. Tetapi secara eskatologis, masih ada tiga hari raya terakhir yang belum digenapi. Mesias yang benar itu juga akan menggenapi semuanya pada kedatanganNya yang kedua sesuai apa yang telah ditulis tentang Dia. Hari Raya Pondok Daun yang menunjuk pada pemerintahanNya di bumi selama 1000 tahun akan digenapiNya dan karena itu termasuk dalam lengan anugerah Taurat yang menunjuk pada Yeshua.
Posisi bangsa-bangsa terhadap Taurat
Taurat adalah perjanjian antara Yahweh dan bangsa Israel, yang secara lebih khusus disebut ketubah, perjanjian nikah. Bangsa Israel menyadari benar posisi spesifiknya dihadapan Yahweh dan karena itu mereka tidak pernah memaksakan hukum-hukum dalam Taurat kepada bangsa-bangsa lain. Suatu sikap yang sangat berbeda dengan kepercayaan Arab yang cenderung ingin menerapkan hukum syariah bahkan terhadap bangsa-bangsa bukan Arab sekalipun.
Sikap tidak ingin memaksakan aturan Taurat kepada bangsa-bangsa terlihat jelas dalam Konsili Yerusalem ( Kisah 15: 29). Bangsa-bangsa yang bertobat kepada Tuhan hanya diminta untuk menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari binatang yang mati dicekik dan dari perzinahan. Bila dicermati, arahan yang disampaikan rasul Yakobus ini merupakan bagian dari Perjanjian Nuh (Kej.9:1-15) yang kemudian ditegaskan lagi dalam Perjanjian Musa atau Taurat. Arahan rasul-rasul dalam konsili tersebut merupakan pedoman bagi perilaku ‘luar’ akibat pertobatan yang telah terjadi di ‘dalam’ seseorang. Jelas juga terlihat bahwa arahan tersebut merupakan sebagian dari Torah yang dijalankan oleh orang kristen bangsa-bangsa (goyim).
Sesungguhnya maksud Taurat bukanlah sekedar perilaku ‘luar’ yang bersifat jasmani, tetapi hal-hal yang bersifat rohani karena Taurat itu rohani (Roma 7: 12). Karena sifat rohani inilah maka Taurat dapat ditulis di hati. Taurat yang ditulis di hati inilah yang disebut Perjanjian yang Baru (Yer 31:33). Perjanjian Baru ini diwujudkan melalui perjanjian darah antara Yeshua HaMashiach, Anak Bapa yang tunggal dengan MempelaiNya yang terdiri dari bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa.
Pada hari raya Pentakosta sesudah penyaliban Yeshua, Roh Kudus dicurahkan untuk menulis Torah di hati murid-murid di Yerusalem. Pencurahan Roh ini menandai lahirnya jemaat Yeshua HaMashiach yang dimulai dari kalangan Yahudi yang kemudian menjangkau bangsa-bangsa melalui misi pekabaran injil oleh rasul-rasul yang mencangkokkannya kepada pohon zaitun asli Israel (Rom 11:19). Pada hari Pentakosta pertama di gunung Sinai Yahweh menuliskan Torah pada log batu, pada hari yang sama 1500 tahun kemudian di Yerusalem, Yahweh melalui Roh Kudus menuliskan Torah pada log hati umatNya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa tidak semua bagian dari Taurat yang menyangkut aspek ‘luar’ dikenakan kepada orang kristen bangsa-bangsa. Tetapi sebagai prinsip rohani, semua bagian Taurat berlaku bagi orang kristen bangsa-bangsa. Untuk memperjelas hasil pengamatan ini, kita ambil hukum sunat sebagai contoh. Banyak teolog kristen memandang hal sunat tidak berlaku lagi bagi orang kristen dengan merujuk Roma 2:29. Ini adalah cara memandang yang parsial, ekslusif dan tidak komprehensif. Dengan dasar ayat yang sama, penulis memandang bahwa orang kristen bangsa-bangsa masih tetap harus disunat, yaitu sunat hati, secara rohani bukan sunat jasmani. Dengan cara memandang seperti ini orang kristen bangsa-bangsa tidak terdorong untuk membuang Torah tetapi terdorong untuk menjalankan Torah secara rohani dan dengan demikian meletakkan semua ayat-ayat Firman Tuhan dalam suatu hubungan yang harmonis, tidak saling silang satu sama lain.
Kesimpulan
Sebagai ketetapan dan simbol yang dipilih oleh Bapa Yahweh sendiri, hari raya Pondok Daun tidak mungkin bertentangan dengan kehidupan kristen yang alkitabiah bahkan memantapkannya. Perayaan Pondok Daun adalah bagian dari Taurat yang menunjuk pada Yeshua HaMashiach, yang perlu diajarkan kepada setiap murid Yeshua sesuai Amanat Agung.
Semua prinsip rohani dalam Taurat berlaku bagi orang Kristen. Orang Yahudi harus melakukan Taurat secara rohaniah dan lahiriah sesuai perjanjian antara Yahweh dan bangsa pilihanNya. Orang kristen bangsa-bangsa yang belakangan ‘dicangkokkan’ kepada zaitun Israel, mengajarkan dan melakukan prinsip rohani yang diajarkan Torah. Dalam melakukan prinsip rohani yang diajarkan dalam Taurat, orang kristen harus berakar dalam kasih karunia Bapa agar jangan sampai jatuh kedalam jebakan legalisme, seperti umumnya orang Farisi mazhab Shamai pada abad pertama.
Dengan merayakan hari raya alkitabiah kita berpihak kepada simbol-simbol alkitabiah yang kaya makna rohaninya dan muncul dari hati Bapa Surgawi ketimbang simbol-simbol yang miskin makna rohani buatan manusia sendiri.
Talmud adalah koleksi hukum-hukum dan tradisi Yahudi yang terdiri dari Mishnah dan Gemara. Terdapat dua edisi, Talmud Yerusalem yang singkat dan Talmud Babilonia yang lebih lengkap dan penting. Mishnah adalah interpretasi lisan dan penerapan hukum alkitabiah yang dikumpulkan sejak zaman Ezra (450 sM) sampai penyusunan akhir yang dilakukan oleh R.Judah Ha-Nasi sekitar tahun 200 M. Gemara adalah komentar dan suplemen terhadap Mishnah.
Torah secara tradisional adalah tulisan-tulisan yang diwahyukan kepada Musa di Sinai. Dalam arti yang lebih luas meliputi baik hukum tulisan maupun hukum lisan, seluruh literatur Talmud dan komentarnya. Dalam pengelompokan kitab suci, Torah menunjuk pada lima kitab pertama yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan yang diwahyukan Roh Tuhan dan ditulis oleh Musa serta lazim disebut Pentateuch.
Oleh : Ir Benyamin Obadyah, MURP
Written by Novian
Sunday, 26 June 2011 06:56