Minggu, 05 Februari 2012

HELENISME (יונות)



Uraian Singkat Seputar Helenisme

A.    Pengertian Helenisme
Bertens (1993) berpendapat, mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Dimana banyak sekali bermunculan tokoh-tokoh pemikir sekaligus filsuf yang lahir dalam “Dunia Yunani”, baik yang terkenal hingga mereka yang kurang terkenal dalam pemikirannya. Filsuf yang terkenal kebanyakan dari mereka adalah ang menuliskan pemikirannya, sebut saja Aristoteles dengan tulisan-tulisannya. Meski adapula Filsuf yang tidak menulis sebarispun seperti Thales, Phytagoras, dan Sokrates. (Bertens, 1993)
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman ini adalah zaman yang baru, yang dimulai dengan pemerintahan Aleksander Agung, dan disebut zaman Helenisme. Helenisme berasal dari kata Hellenizein (= berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani) sebagai roh dan kebudayaan Yunani sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar lautan tengah, mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusasteraan, agama, dan keadaan bangsa-bangsa itu.
Istilah Helenistik (berasal dari kata Ἕλλην Héllēn, istilah yang dipakai secara tradisional oleh orang Yunani sendiri untuk menyebutkan nama etnik mereka) mula-mula dipakai oleh ahli sejarah Jerman, Johann Gustav Droysen merujuk pada penyebaran peradaban Yunani pada bangsa bukan Yunani yang ditaklukkan oleh Aleksander Agung. Menurut Droysen, peradaban Helenistik adalah fusi/gabungan dari peradaban Yunani dengan peradaban Timur Dekat. Pusat kebudayaan utama berkembang dari daratan Yunani ke Pergamon, Rhodes, Antioch dan Aleksandria/Iskandariyah.
Helenis jika diartikan sebagai “kebudayaan Yunani” yang membaur dengan kebudayaan lain atau dengan sengaja ditanamkan ke dalam sebuah kebudayaan daerah taklukan maka dapat dikatakan Helenis sudah berkembang lebih dari empat abad sebelum Aleksander atau sekitar abd 8SM, namun jika diterjemahkan secara khas maka Helenisme dapat dipersempit cakupannya terbatas hanya pada masa Aleksander dan kebijakan-kebijakan pemerintahannya dan segala yang berkaitan dengan kebudayaan dan filsafat dimasanya.

B.     Latar Belakang Historis
Pemerintahan Aleksander merupakan pemerintahan yang kuat dan memiliki banyak daerah taklukan. Dalam waktu sepuluh tahun sejak 334 hingga 324SM ia menaklukkan Asia Kecil, Siria, Mesir, Babilonia, Persia, Samarkand, Bactria, dan Punjab, dimana pada setiap daerah taklukan  ia selalu mendirikan kota Yunani dan mencoba mereproduksi lembaga-lembaga Yunani, disertai upaya pemerintahan sendiri. Berangsur-angsur ketika kawasan yang ia taklukkan kian meluas, ia memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar, hal ini dapat mengacu pada beberapa faktor, diantaranta:
  1. Pasukan Aleksander tidak terlampau besar jumlahnya, tidak mungkin selamanya mempertahankan kekuasaan imperium yang sangat luas itu dengan jalan kekerasan, melainkan dalam waktu panjang, akan tergantung pada kerukunan dengan rakyat yang ditaklukkan.
  2. Bangsa Timur tidak terbiasa dengan pemerintahan apapun kecuali pemerintahan oleh seorang dewa-raja, yang oleh Aleksander dirasakan tepat untuk dibawakannya sendiri.
Pemerintahan Aleksander menerima orang-orang Makedonia sebagai panglima pasukannya, bahkan memberikan sebutan “sahabat” untuk mereka. Para “sahabat” ini yang kemudian memberikan masukan saran dan kritik dan mengambil andil yang “berpengaruh” dalam pemerintahan Aleksander. Mereka yang memaksa Aleksander untuk lebih baik kembali setelah menaklukkan kawasan sungai Indus dan bukan meneruskan perjalanan untuk menaklukkan kawasan sungai Gangga.
Bangsa timur lebih suka berdamai, asalkan keyakinan religius mereka dihargai. Hal ini tidaklah sulit bagi Aleksander yang kemudian menyatakan dirinya adalah putra dewa. Perjalanan karier Aleksander sangatlah menakjubkan sehingga mungkin saja ia beranggapan bahwa asal-ususlnya yang ajaib itulah penjelasan terbaik atas keberhasilannya yang luar biasa.
Anggapan bahwa bangsa Yunani adalah bangsa yang lebih unggul derajatnya daripada bangsa Barbar pernah diungkapkan pada sebuah ungkapan pandangan umum yang menyatakan ras utara bersemangat, ras selatan beradab, namun hanya bangsa Yunananilah yang penuh semangat sekaligus beradab. Plato dan Aristoletes berpendapat bahwa tidak selayaknya bangsa Yunani dijadikan budak, namun mereka tidak berpendapat demikian mengenai bangsa Barbar.
Aleksander yang tidak sepenuhnya bangsa Yunani mencoba meruntuhkan sikap superioritas ini. Ia sendiri mengawini dua putri barbar, dan ia memaksa para pengikutnya untuk menikahi kaum perempuan Persia. Banyak terjadi perkawinan silang antara pasukan yang dibawa Aleksander yang kemudian menikahi kaum perempuan pribumi. Dampak dari kebijakan ini adalah timbulnya konsepsi tentang umat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam pemikiran orang-orang terpelajar. Sikap inipun menciptakan hasil berupa hubungan timbal balik antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar. Orang Barbar memetik sesuatu hal dari ilmu pengetahuan Yunani, sedangkan orang Yunani mendapat banyak pelajaran dari takhayul bangsa Barbar. Peradaban Yunani, setelah menjangkau wilayah lebih luas, menjadi tidak sepenuhnya Yunani. Pembauran serta penerimaan budaya yang berbeda, namun masih Yunani (mengadopsi budaya Yunani) inilah yang dikenal dengan Helenisme, sebuah paham “keYunanian” yang menerima bangsa lain dalam kehidupan bermasyarakatnya dibawah pemerintahan Aleksander.


C.    Perkembangan dalam Dunia Filsafat
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan matematika, karya-karya yang lahir selama periode ini merupakan karya terbaik yang pernah dicapai bangsa Yunani, untuk bidang filsafat terjadi perubahan “sudut pandang”, filsafat yang semula bersifat teoritis menjadi filsafat yang praktis, dimana filsafat menjadi suatu seni hidup orang bijak. Orang bijak adalah orang yang hidupnya menurut akal dan rasionya.
Kemunculan filsafat pada periode ini dapat dibedakan menjadi dua aliran, yang pertama bersifat etis yaitu Epikuros dan Stoa, kedua filsafat yang diwarnai agama diantaranya Neopythagoris, Filsafat Platonis Tengah, Filsafat Yahudi, dan Neoplatonisme.

1.      Epikurisme (341 – 271 SM)
Epikuros ( 341-270 ) berasal dari pulau samos dan mendirikan sekolah filsafat baru di Athena. Ia menghidupkan kembali atomisme Demokritos. Menurut pendapat Epikuros, segala- galanya terdiri dari atom- atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan tubrukan yang satu dengan yang lain. Manusia hidup bahagia jika ia mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakutkan oleh dewa- dewa atau apa pun juga. Dewa- dewa tidak mempengaruhi dunia . Lagipula, agar dapat hidup bahagia manusia mesti menggunakan kehendak bebas dengan mencari kesenangan sedapat mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan sedapat mungkin . Tetapi terlalu banyak kesenangan akan menggelisahkan batin manusia. Orang bijaksana tahu membatasi diri dan terutama mencari kesenangan rohani supaya keadaan batin tetap tenang.

2.      Stoisisme (336 – 264 SM)
Mazhab Stoa didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition sekitar tahun 300 SM. Nama Stoa menunjuk kepada serambi bertiang , tempat Zeno memberikan pelajaran. Menurut Stoitisme, jagat raya dari dalam sama sekali ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut ” Logos” itu. Berdasarkan rasionya , manusia sanggup mengenal orde universal dalam jagat raya. Ia akan hidup bijaksana dan bahagia, asal saja ia bertindak menurut rasionya. Jika memang demikian ia akan menguasai nafsu- nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna , supaya dengan penuh keinsyafan ia menaklukan diri pada hukum- hukum alam. Seorang yang hidup menurut prinsip- prinsip stoisisme, sama sekali tidak mempedulikan kematian dan segala malapetaka lain, karena insyaf bahwa semua itu akan terjadi menurut keharusan mutlak. Sudah nyata kiranya bahwa etika stoisisme ini betul- betul bersifat kejam dan menuntut watak yang sungguh- sungguh kuat.
Mungkin karena cocok dengan tabiat Romawi yang bersifat agak pragmatis, di kemudian hari stoisisme mengalami sukses besar dalam kekaisaran Romawi . Dua orang Roma yang terkenal sebagai pengikut mazhab Stoa ialah Seneca (2-65 ) dan kaisar Marcus Aurelius ( 121- 180 ).

3.      Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan Neo Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah mula-mula ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun masehi. Ajaran itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan manusia digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan, yang bernoda ialah manusia.
Menurut mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab apabila Tuhan membuat bumi ini, berarti ia mempergunakan barang yang bernoda sebagai bahannya. Dunia ini dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini percaya bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang menjadi pangkal ajaran mereka tentang inkarnasi.

4.      Eklektisisme (Filsafat Yahudi)
Dengan Eklektisisme bukanlah suatu Mazhab atau aliran melainkan suatu tendensi umum yang memetik berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai kesatuan pemikiran yang sungguh-sungguh . Salah seorang warga Roma yang biasanya digolongkan dalam elektisisme adalah negarawan dan ahli berpidato tersohor yang bernama Cicero ( 106-43 ). Di Alexandria hidup seorang pemikir Yahudi yang barangkali boleh juga terhitung dalam tendensi ini namanya Philo (25 SM- 50M). Ia berusaha mendamaikan agama Yahudi dengan filsafat Yunani, khususnya Plato.

5.      Neoplatonisme
Pucak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani adalah ajaran yang disebut ”neoplatonisme”. Sebagaimana namanya sudah menyatakan itu, aliran ini bermaksud menghidupkan kembali filsafat Plato. Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut- pengikutnya tidak dipengaruhi oleh filsuf- filsuf lain, seperti aristoteles misalnya dan mazhab Stoa. Sebenarnya ajaran ini merupakan semacam sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, dimana Plato diberi tempat istimewa.
Filsuf yang menciptakan sintesa itu bernama Plotinos (203/4-269/70). Ia lahir di Mesir dan pada umur 40 tahun ia tiba di Roma untuk mendirikan suatu sekolah filsafat di sana. Sesudah meninggalnya sekitar tahun 270 M karangan- karangan Plotinos dikumpulkan dan diterbitkan oleh muridnya Porphyrios, dengan judul Enneadeis.
Seluruh sistem filsafat Plotinos Berkisar pada konsep kesatuan. Atau dapat juga kita katakan bahwa seluruh sistem filsafat Plotinos berkisar pada Allah sebab Allah disebutnya dengan nama ”yang satu”.

D.    Berakhirnya Masa Kejayaan Helenisme
Setelah kematian Aleksander, ada upaya untuk mempertahankan kesatuan imperiumnya. Namun terjadi perang saudara dalam pemerintahan setelahnya yang kemudian terpecah menjadi dua, yakni dinasti Ptolemeus dan Scleucid (sebutan bagi dinasti Seleucus) dimana keduanya tak mampu melanjutkan upaya Aleksander untuk melakukan pembauran antara bangsa Yunani dan Barbar, dan mereka mendirikan tirani militer yang pertama-tama dilandaskan pada kekuatan pasukan Makedonia yang berada di pihaknya masing-masing, diperkuat oleh serdadu bayaran dari Yunani.
Beberapa peninggalan yang dapat dilihat sesudah “keruntuhan” Helenisme diantaranya adalah:
  1. Sebelum timbulnya masa Helenisme, fikiran masyarakat Yunani hanya terbatas pada cerita-cerita agama yang dibawa oleh para agamawan. Mereka hanya menelan mentah semua yang diajarkan oleh pendeta itu tanpa memikirkan apakah itu benar atau tidak. Setelah masuk pada masa Helenisme mulailah timbul pemikir/ filosof-filosof yang mempertanyakan hal itu. Mereka lalu membagi hal yang bersifat ghaib dan yang bersifat rill. Namun sayangnya mereka belum mampu mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu “siapakah yang awal?
  2. Mesopotamia, maupun wilayah Barat yang lebih jauh, bahasa Yunani menjadi bahasa sastra dan kebudayaan, dan tetap demikian sampai saatnya ditaklukkan oleh dunia Islam.
  3. Berdirinya kota Aleksandria sebagai keberhasilan paling gemilang pada abad ke-3 SM yang menjadi pusat perkembangan matematika dan tetap demikian hingga masa keruntuhan Romawi.
  4. Filsafat Yunani zaman Helenis telah mempengaruhi perumusan teologi Kristen, dan bukan hanya filsafatnya tetapi juga kesusastraan, seni rupa dan arsitektur Helenisme, serta telah memberikan inspirasi, semenjak Renaisans, bagi kebudayaan Barat Modern.



Daftar Pustaka
Buku:
Alnold Toynbee. 2007. Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis, Kronologis, Naratif, dan Komparatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bertrand Russell. 2004. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

K Bertens. 1993. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarya: Penerbit Kanisius


Internet:

http://www.benmath.co.cc/2010/12/filsafat-helenisme-neoplatonisme.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Peradaban_Hellenis

http://pendidikansejarah2005.blogspot.com/2009/03/perkembangan-helenisme-dan-romawi.html

http://senaru.wordpress.com/2009/06/07/filsafat-helenisme-dan-romawi/


Diakses pada 24 Maret 2011
Di Copas Pemilik FB dari (http://kuninghijau.wordpress.com/2011/07/26/helenisme/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar